Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Tim riset Yayasan Kanopi Bengkulu memaparkan hasil penelitian terkait pengaruh PLTU batu bara terhadap lingkungan dan sosial masyarakat di tiga wilayah riset di Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi.

"Kami melakukan riset perbandingan terkait pengaruh PLTU terhadap lingkungan dan sosial masyarakat," kata Staf Kajian dan Kampanye Kanopi Bengkulu, Olan Sahayu di Bengkulu, Selasa.

Riset pengaruh PLTU batu bara terhadap lingkungan dan sosial masyarakat itu dilakukan atas keresahan masyarakat di Kelurahan Teluk Sepang, Kota Bengkulu atas proyek PLTU batu bara berkapasitas 2 x 100 Megawatt di sekitar permukiman mereka.

Diketahui, proyek yang didanai investor asal Tiongkok tersebut merupakan proyek PLTU batu bara pertama di wilayah Provinsi Bengkulu.

"Karena di Bengkulu belum ada pembanding, maka riset dilakukan di wilayah PLTU batu bara yang sudah beroperasi," ucapnya.

Tiga wilayah riset yakni Desa Kebur Kabupaten Lahat dan Desa Sindang Marga Kabupaten Musi Bayu Asin Provinsi Sumatera Selatan dan satu wilayah riset lainnya adalah Desa Samaran Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

Olan mengatakan kajian yang dilakukan dalam kurun November 2017 hingga Januari 2018 menemukan banyak hal, mulai dari dampak kesehatan, sosial, ekonomi hingga krisis listrik di desa-desa sekitar pembangkit itu berdiri.

Ia mencontohkan di PLTU Bayung Lencir di Desa Sindang Marga berkapasitas 2 x 150 MW yang beroperasi dalam lima tahun terakhir telah memunculkan persoalan kesehatan muncul di tengah-tengah masyarakat.

Tim menemukan sejumlah anak-anak menderita penyakit kulit yang sukar sembuh. Meski belum diketahui kaitan langsung antara PLTU batu bara dan persoalan kesehatan yang dialami sejumlah anak-anak tersebut, menurutnya perlu diteliti lebih lanjut oleh pakar kesehatan dan lingkungan.

"Pengakuan para ibu-ibu di desa itu, anak-anak mereka mengalami penyakit kulit yang sukar sembuh sejak PLTU batu bara beroperasi," ucapnya.

Sementara di PLTU Keban Agung di Desa Kebur, Kabupaten Lahat, tim juga merekam keluhan masyarakat atas operasional PLTU berkapasitas 2 x 135 MW tersebut.

Selain suara bising dari pembangkit, warga juga mengeluhkan bila panas beberapa hari kemudian turun hujan maka dipastikan penyakit batuk dan radang tenggorokan merebak.

Ironisnya lanjut dia, di wilayah riset di mana PLTU batu bara berdiri, masyarakat belum merasakan mewahnya hidup di sekitar lumbung listrik. Mereka masih kerap mengalami pemadaman listrik.

Hasil riset tersebut lanjut dia telah disampaikan ke masing-masing pemangku kepentingan di wilayah riset, mulai dari Badan Lingkungan Hidup hingga kepala daerah bupati/wali kota dan ditembuskan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pewarta: Helti Marini S

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018