Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Lembaga lingkungan, Kanopi Bengkulu mendesak pemerintah meninggalkan energi kotor dalam pemenuhan listrik nasional sebesar 35 ribu Megawatt (MW) dan segera beralih ke energi terbarukan yang melimpah di negeri ini.

Ketua Kanopi Bengkulu, Ali Akbar saat berunjukrasa menyambut HUT ke-73 Republik Indonesia di Simpang Lima, Kota Bengkulu, Kamis menyatakan energi kotor yang dikembangkan lewat proyek-proyek PLTU batu bara terbukti telah menyengsarakan rakyat.

Petani di Teluk Sepang akan tergusur perlahan dan nelayan akan menderita karena laut terpolusi, jadi mudarat proyek jauh lebih besar dan manfaatnya, ujarnya.

Unjuk rasa bertajuk "Indonesia merdeka dari energi kotor, hentikan PLTU batu bara Teluk Sepang" menyerukan pemerintah untuk beralih atau `move on` dari energi kotor, sebab pemerintah Indonesia juga telah berkomitmen menurunkan emisi dalam Perjanjian Iklim Paris pada 2015.

Dengan komitmen menurunkan emisi sebesar 29 persen pada 2030 dan meningkat menjadi 40 persen dengan bantuan internasional justru kontradiktif dengan kebijakan listrik 35 ribu MW di mana 60 persen energi yang digunakan adalah batu bara.

Di sisi lain kata Ali, masyarakat juga telah paham akan dampak buruk yang diterima bila PLTU beroperasi sehingga saat peletakan batu pertama proyek pada 25 Oktober 2016, ratusan warga Teluk Sepang berunjukrasa memblokir jalan menuju lokasi proyek.

Sementara Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Bengkulu, Syahril Ramadan menegaskan peran negara dalam memenuhi kebutuhan listrik rakyat yang diamanatkan perundang-undangan telah dijalankan, namun sayangnya dengan pilihan keliru yaitu bergantung energi kotor yang terbukti berdampak buruk bagi lingkungan dan manusia.

Sejumlah negara yang sebelumnya menggunakan batu bara yakni India dan China kata Syahril sudah beralih ke energi terbarukan sehingga langkah Indonesia mengembangkan PLTU batu bara justru dipertanyakan.

Menurut dia, komitmen pemerintah menurunkan emisi gas rumah kaca akan sia-sia bila proyek PLTU batu bara sebagai penyumbang emisi terbesar secara global masih terus dikembagnkan pemerintah.

Dua hari sebelumnya, petani di Kelurahan Teluk Sepang menghadang petugas proyek PLTU yang membawa alat berat untuk mengeruk areal di sekitar kebun palawija.

Wilkan, petani palawija penggarap lahan PT Pelindo mengatakan belum ada sosialisasi tentang proyek PLTU batu bara tersebut kepada petani sehingga mereka akan bertahan untuk melindungi areal pertanian yang menjadi tumpuan hidup keluarganya.

Pewarta: Helti Marini S

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018