Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Bank Indonesia (BI) Perwakilan Provinsi Bengkulu mengajak masyarakat setempat untuk tidak ikut-ikutan menukarkan rupiah mereka ke mata uang dolar AS.

"Jangan sampai tercuci otak (atas informasi atau opini yang berkembang) dan ikut-ikutan memborong dolar," kata Kepala BI Perwakilan Provinsi Bengkulu Endang Kurnia Saputra di Bengkulu, Jumat.

Saat ini, banyak informasi yang berkembang bahwa pelemahan rupiah mengindikasikan Indonesia menuju krisis ekonomi seperti yang pernah dirasakan pada 1998. Ini membuat kekhawatiran dan mengakibatkan sejumlah orang menyimpan uang mereka dalam bentuk dolar AS.

Sementara kondisi Indonesia yang sesungguhnya menurut Endang jauh dari krisis. Pelemahan kali ini hanya karena reaksi terhadap kondisi perekonomian global, khususnya akibat membaiknya ekonomi Amerika Serikat.

Sehingga investor melihat potensi pasar di sana cukup bagus dan menjual rupiah mereka untuk diivestasikan di negara Paman Sam tersebut.

Efek dari kebijakan ekonomi Amerika Serikat ini tidak hanya berdampak pada Indonesia semata, tapi juga turut dirasakan oleh negara berkembang lainnya, bahkan Turki dan Argentina menerima dampak jauh lebih besar.

"Melihat fundamental ekonomi sangat baik ini, sangat tidak tepat kita mendekati krisis, kalau hati-hati sih boleh," katanya.

 Endang menjelaskan, ketika 1998 kondisi rupiah saat itu terdepresiasi sedalam-dalamnya mencapai 345 persen, sementara pada 2018 hanya melemah 10,5 persen saja.

Walaupun sekarang rupiah melemah namun dolar AS yang masuk ke pasar Indonesia tetap besar, sedangkan saat krisis moneter dulu, dolar AS "lari" meninggalkan Indonesia.

"Pertumbuhan ekonomi saat itu minus 13 persen dengan inflasi 78 persen, sekarang perekonomian tumbuh bagus dan inflasi dapat dijaga pada plus minus empat persen," ujarnya.

Pewarta: Boyke ledy watra

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018