Bagian barat dari provinsi berjuluk Bumi Rafflesia itu berada di bibir pantai barat Sumatra menghadap langsung ke Samudera Hindia. Sementara di bagian timur, wilayahnya berupa dataran tinggi berbukit, bagian dari jajaran Bukit Barisan yang juga terbentang memanjang dari utara ke selatan Bengkulu.
Dalam buku berjudul "10 Tahun Menjebol Isolasi Bengkulu" yang diterbitkan Pemerintah Provinsi Bengkulu pada 1989, menyebutkan tanah kelahiran Ibu Negara pertama Fatmawati Soekarno itu memiliki luas wilayah 1.978.870 hektare dengan sebagian besar wilayahnya dataran tinggi dan hutan lindung.
Dari luas 1.978.870 hektare tanah Bumi Rafflesia, yang boleh dikembangkan daerah hanya seluas 1.000.913 hektare. Lahan perkebunan mendominasi dengan luas 400.000 hektare, kemudian 100.000 hektare lahan sawah, 75.000 hektare lahan kering, permukiman 235.882 hektare, sisanya lahan pertambangan dan industri.
Dengan luas lahan perkebunan itu, Provinsi Bengkulu pun menjadi daerah yang perekonomiannya sejak dulu ditopang sektor perkebunan dan pertanian, salah satu tanaman unggulan daerah dari perkebunan yakni jenis kopi.
Bahkan, Buku "10 Tahun Menjebol Isolasi Bengkulu" juga mencatat jauh sebelum kemerdekaan, atau selama 140 tahun Inggris berkuasa di Bengkulu, mereka hanya memusatkan perhatian pada komoditas kopi dan lada. Hal tersebut membuktikan kopi memang sudah menjadi komoditas unggulan Bengkulu sejak dulu, sejak pendudukan Inggris.
Kemudian, Kementerian BUMN pada 2021 sempat menyatakan secara garis besar Provinsi Bengkulu memiliki kemampuan produksi 80.000 ton biji kopi per tahun, jenis andalannya adalah robusta. Dengan jumlah tersebut, Bengkulu tercatat sebagai penyumbang 70 persen dari total produksi kopi robusta di Indonesia.
Dari data yang dirilis Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu pada 2023 lalu, luas lahan perkebunan kopi di Bengkulu di 2022 mencapai 92.780 hektare yang tersebar di 10 kabupaten dan kota. Produksi kopi yang dihasilkan dicatat sebesar 56.030 ton dan penyumbang produksi terbesarnya yakni Kabupaten Rejang Lebong dengan produksi kopi mencapai 14.840 ton.
Bahkan, Buku "10 Tahun Menjebol Isolasi Bengkulu" juga mencatat jauh sebelum kemerdekaan, atau selama 140 tahun Inggris berkuasa di Bengkulu, mereka hanya memusatkan perhatian pada komoditas kopi dan lada. Hal tersebut membuktikan kopi memang sudah menjadi komoditas unggulan Bengkulu sejak dulu, sejak pendudukan Inggris.
Kemudian, Kementerian BUMN pada 2021 sempat menyatakan secara garis besar Provinsi Bengkulu memiliki kemampuan produksi 80.000 ton biji kopi per tahun, jenis andalannya adalah robusta. Dengan jumlah tersebut, Bengkulu tercatat sebagai penyumbang 70 persen dari total produksi kopi robusta di Indonesia.
Dari data yang dirilis Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu pada 2023 lalu, luas lahan perkebunan kopi di Bengkulu di 2022 mencapai 92.780 hektare yang tersebar di 10 kabupaten dan kota. Produksi kopi yang dihasilkan dicatat sebesar 56.030 ton dan penyumbang produksi terbesarnya yakni Kabupaten Rejang Lebong dengan produksi kopi mencapai 14.840 ton.
Kisah sukses
Besarnya potensi komoditas kopi Bengkulu ini tak luput dari perhatian oleh seorang warga Desa IV Suku Menanti, Kecamatan Sindang Dataran, Kabupaten Rejang Lebong, bernama Supriyadi (55).
Desa tempat Supriyadi tinggal maupun desa-desa tetangga sekitar memang jadi sentra pertanian kopi di Rejang Lebong. Karena itu, Supriyadi melihat peluang produksi kopi olahan cukup menjanjikan untuk dikembangkan.
Besarnya potensi komoditas kopi Bengkulu ini tak luput dari perhatian oleh seorang warga Desa IV Suku Menanti, Kecamatan Sindang Dataran, Kabupaten Rejang Lebong, bernama Supriyadi (55).
Desa tempat Supriyadi tinggal maupun desa-desa tetangga sekitar memang jadi sentra pertanian kopi di Rejang Lebong. Karena itu, Supriyadi melihat peluang produksi kopi olahan cukup menjanjikan untuk dikembangkan.