Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Taman Wisata Alam (TWA) Pantai Panjang di Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, makin kritis akibat eksploitasi pertambangan pasir yang dilakukan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Teluk Sepang.

Lahan TWA Pantai Panjang yang mengalami kerusakan mencapai luas lapangan sepak bola dengan panjang 150 meter dan lebar 50 meter.

"Apabila rusak, maka fungsinya untuk pelestarian satwa dan tumbuhan, termasuk ekosistem tidak akan berjalan maksimal. Kondisi ini dapat mengancam kehidupan masyarakat di wilayah pesisir Kota Bengkulu," kata dosen kehutanan dari Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Yansen saat dihubungi di Bengkulu, Rabu.

Dia menjelaskan, pemanfaatan taman wisata alam semestinya dalam bentuk wisata dengan syarat fungsi pokok berupa pelestarian satwa, tumbuhan, dan ekosistem.

Dia menjelaskan, pemanfaatan taman wisata alam semestinya dalam bentuk wisata dengan syarat fungsi pokok berupa pelestarian satwa, tumbuhan, dan ekosistem.

"TWA memiliki fungsi pokok untuk melindungi kawasan pesisir dan pelestarian, namun diperbolehkan untuk wisata alam sebagai bentuk pemanfaatan jasa lingkungan," jelasnya.

Lebih lanjut Yansen memaparkan bahwa hutan memiliki dua manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu tangible dan intangible. Manfaat tangible hutan antara lain berupa kayu dan hasil hutan ikutan non kayu. Sedangkan manfaat intangible berupa pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan hingga kenyamanan lingkungan.

"Peruntukan TWA untuk mengakomodasi kepentingan konservasi dan juga kemanfaatan tangible hutan," ujarnya.

Sementara itu Kepala Seksi Wilayah II Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Bengkulu, Darwis Saragih mengatakan, pihaknya tak mampu berbuat banyak terkait rusaknya sebagian kawasan TWA Pantai Panjang akibat aktivitas penambangan pasir untuk keperluan industri.

Menurutnya, tumpang tindih Hak Guna Usaha (HGU) PT Pelindo II Cabang Bengkulu dengan kawasan TWA menjadi landasan masalah tersebut. 

"Pelindo mengantongi izin pemanfaatan sejak tahun 1979, sedangkan penetapan status kawasan menjadi taman wisata alam baru dilakukan tahun 1985," pungkasnya.

Dia mengatakan bahwa upaya untuk menghentikan ekspoitasi itu hanya dapat ditempuh melalui sidang tingkat kementerian.

Pewarta: Sugiharto Purnama

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018