Bintuhan (Antaranews Bengkulu) - Bagi pencandu kopi luwak mendapatkan biji kopi berkualitas merupakan menu wajib saat berpergian, dan Kabupaten Kaur, sebuah daerah yang berjarak 250 kilometer di sebelah timur ibukota Provinsi Bengkulu ini, menyajikan biji robusta terbaik yang telah melalui proses fermentasi 24 jam di dalam perut luwak liar.
"Kopi luwak adalah mahakarya alam. Kebebasan luwak liar saat memetik biji-biji kopi secara langsung di perkebunan bisa dirasakan melalui seduhan yang Anda teguk," kata Rahmad, pemilik kedai kopi Nanjoa 81 saat ditemui di gedung kuliner Bintuhan, awal Januari 2019.
Rahmad menuturkan, fermentasi dalam perut luwak—mamalia bernama ilmiah Paradoxurus hermaphroditus—mampu menciptakan kolaborasi senyawa yang menjadikan kopi terasa lebih lembut dan memiliki aroma khas.
"Yang membuat kami memilih luwak yang hidup liar di hutan adalah upaya menyajikan seduhan kopi dengan cita rasa dan aroma sempurna. Ini juga wujud kepedulian kami menjaga kelestarian lingkungan dan satwa di Kabupaten Kaur," ujarnya.
Harga seduhan kopi luwak liar di kedai Nanjoa 81 hanya dibandrol Rp25 ribu per cangkir. Apabila ingin membawa pulang greenbeans konsumen harus merogoh kocek setebal Rp1,5 juta per kilogram, sedangkan untuk biji kopi yang telah melewati proses sangrai harganya mencapai Rp2 juta per kilogram.
Bagi penikmat kopi sachet instan yang memiliki selera rendah, harga tersebut tentu tidak masuk akal, namun Rahmad punya alasan kuat tentang itu.
Menurutnya, menjual seduhan kopi luwak liar dengan harga terbilang murah merupakan upaya mempopulerkan kopi luwak liar di kalangan masyarakat awam.
"Selama ini orang-orang mengenal kopi luwak liar sebagai kopi premium harga selangit, yang pada akhirnya segmen pasar terbatas. Kami ingin kebaikan alam yang tercermin di dalam setiap cangkir dapat dinikmati semua kalangan," ucapnya.
Jelas itu misi yang sulit bagi secangkir kopi luwak liar berlabel premium, tetapi gagasan bombastis Rahmad tak bisa dibantah, semangatnya menular melalui seduhan.
Dengan semakin dikenalnya varian produk kopi luwak liar asal Kabupaten Kaur, maka ini akan menjadi mesin pendorong bagi produk-produk lokal untuk berkembang menembus pasar serta menjadi peluang mendongkrak nilai jual, yang dampaknya mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Kepala Bidang Perindustrian dari Dinas Perindustrian Kabupaten Kaur, Harika menuturkan, pemerintah akan segera membangun rumah pengeringan dan gudang penyimpanan sebagai upaya mendukung pengembangan industri kopi di daerah itu.
"Pemerintah Pusat menggelontorkan dana alokasi khusus (DAK) mencapai Rp2 miliar untuk pengembangan industri kopi di Kabupaten Kaur. Bantuan itu akan dipergunakan untuk perbaikan mutu hulu, membangun rumah pengeringan, gudang penyimpanan hingga membeli mesin peralatan kopi," paparnya.
Fokus untuk memperluas industrialisasi kopi, kata dia, dinilai akan membuka lapangan kerja baru yang dapat meningkatkan ekonomi dan daya beli masyarakat di Kabupaten Kaur.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Kopi luwak adalah mahakarya alam. Kebebasan luwak liar saat memetik biji-biji kopi secara langsung di perkebunan bisa dirasakan melalui seduhan yang Anda teguk," kata Rahmad, pemilik kedai kopi Nanjoa 81 saat ditemui di gedung kuliner Bintuhan, awal Januari 2019.
Rahmad menuturkan, fermentasi dalam perut luwak—mamalia bernama ilmiah Paradoxurus hermaphroditus—mampu menciptakan kolaborasi senyawa yang menjadikan kopi terasa lebih lembut dan memiliki aroma khas.
"Yang membuat kami memilih luwak yang hidup liar di hutan adalah upaya menyajikan seduhan kopi dengan cita rasa dan aroma sempurna. Ini juga wujud kepedulian kami menjaga kelestarian lingkungan dan satwa di Kabupaten Kaur," ujarnya.
Harga seduhan kopi luwak liar di kedai Nanjoa 81 hanya dibandrol Rp25 ribu per cangkir. Apabila ingin membawa pulang greenbeans konsumen harus merogoh kocek setebal Rp1,5 juta per kilogram, sedangkan untuk biji kopi yang telah melewati proses sangrai harganya mencapai Rp2 juta per kilogram.
Bagi penikmat kopi sachet instan yang memiliki selera rendah, harga tersebut tentu tidak masuk akal, namun Rahmad punya alasan kuat tentang itu.
Menurutnya, menjual seduhan kopi luwak liar dengan harga terbilang murah merupakan upaya mempopulerkan kopi luwak liar di kalangan masyarakat awam.
"Selama ini orang-orang mengenal kopi luwak liar sebagai kopi premium harga selangit, yang pada akhirnya segmen pasar terbatas. Kami ingin kebaikan alam yang tercermin di dalam setiap cangkir dapat dinikmati semua kalangan," ucapnya.
Jelas itu misi yang sulit bagi secangkir kopi luwak liar berlabel premium, tetapi gagasan bombastis Rahmad tak bisa dibantah, semangatnya menular melalui seduhan.
Dengan semakin dikenalnya varian produk kopi luwak liar asal Kabupaten Kaur, maka ini akan menjadi mesin pendorong bagi produk-produk lokal untuk berkembang menembus pasar serta menjadi peluang mendongkrak nilai jual, yang dampaknya mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Kepala Bidang Perindustrian dari Dinas Perindustrian Kabupaten Kaur, Harika menuturkan, pemerintah akan segera membangun rumah pengeringan dan gudang penyimpanan sebagai upaya mendukung pengembangan industri kopi di daerah itu.
"Pemerintah Pusat menggelontorkan dana alokasi khusus (DAK) mencapai Rp2 miliar untuk pengembangan industri kopi di Kabupaten Kaur. Bantuan itu akan dipergunakan untuk perbaikan mutu hulu, membangun rumah pengeringan, gudang penyimpanan hingga membeli mesin peralatan kopi," paparnya.
Fokus untuk memperluas industrialisasi kopi, kata dia, dinilai akan membuka lapangan kerja baru yang dapat meningkatkan ekonomi dan daya beli masyarakat di Kabupaten Kaur.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019