Atase Pertanian Indonesia untuk Belgia di Kota Brussel, Wahida menyatakan Indonesia berkomitmen meningkatkan volume ekspor kakao dan produk turunannya ke Uni Eropa.
"Salah satu komoditas unggulan yang hingga saat ini memiliki tren permintaan yang meningkat adalah coklat atau kakao. Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan volume ekspor kakao dan produk turunannya yang berkualitas dan berkelanjutan," kata Wahida di Kota Brussel, Belgia, melalui keterangan tertulis diterima di Jakarta, Minggu.
Wahida menyebutkan neraca perdagangan Indonesia untuk produk kakao dan turunannya selalu menunjukkan tren yang positif dari tahun ke tahun. Nilai ekspor kakao Indonesia ke Uni Eropa pada 2018 mencapai 215,2 juta dolar AS atau meningkat sebesar 22 persen dibandingkan periode 2017 sebesar 201,7 juta dolar AS.
Angka ini baru satu persen dari total nilai impor Uni Eropa (UE) untuk produk kakao dan turunannya yang mencapai 27,4 miliar dolar AS.
Negara importir kakao ke UE terbesar adalah Pantai Gading (4 miliar dolar), Ghana (1,5 miliar dolar) dan Nigeria (672 juta dolar). Berdasarkan data yang dilansir oleh Eurostat, Uni Eropa merupakan negara pengonsumsi kakao terbesar di dunia, yakni sebesar 8-9 kg per kapita per tahun.
Pada kesempatan yang sama, Atase Perdagangan KBRI di Brussel, Merry Astrid Indriasari menambahkan, pengamanan akses pasar komoditas strategis melalui liberalisasi tarif menjadi kunci dalam perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
Hal ini diyakini juga bisa mendorong laju ekspor komoditi kakao dan produk turunannya ke pasar UE. Hingga saat ini, Indonesia telah mengusulkan initial offer untuk lebih dari 10.000 pos tarif, termasuk di dalamnya kakao dan produk turunannya.
"Kami harapkan ini bisa mempercepat proses negosiasi untuk mengejar ketertinggalan dengan negara ASEAN lainnya yang sudah memiliki FTA dengan UE," kata Astrid.
Di sisi lain, permintaan biji kakao di dalam negeri juga sebenarnya meningkat. Selain mengekspor biji kakao, saat ini industri pengolahan biji kakao untuk re-ekspor juga sedang berkembang di dalam negeri.
Sebagai catatan, pada tahun 2018, Indonesia mengimpor biji kakao sebanyak 240.000 ton dengan nilai impor mencapai 528 juta dolar AS. Pasokan biji kakao nasional yang tersedia masih belum mampu mencukupi kapasitas terpasang industri olahan kakao.
"Pabrik-pabrik pengolahan kakao mengolah biji kakao menjadi barang setengah jadi untuk selanjutnya diekspor ke negara-negara konsumen utama seperti Eropa, Amerika Serikat dan Jepang," kata Wahida.
Hingga saat ini, cacao butter masih menjadi produk unggulan ekspor Indonesia dengan volume ekspor mencapai 24.600 ton di tahun 2018.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Salah satu komoditas unggulan yang hingga saat ini memiliki tren permintaan yang meningkat adalah coklat atau kakao. Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan volume ekspor kakao dan produk turunannya yang berkualitas dan berkelanjutan," kata Wahida di Kota Brussel, Belgia, melalui keterangan tertulis diterima di Jakarta, Minggu.
Wahida menyebutkan neraca perdagangan Indonesia untuk produk kakao dan turunannya selalu menunjukkan tren yang positif dari tahun ke tahun. Nilai ekspor kakao Indonesia ke Uni Eropa pada 2018 mencapai 215,2 juta dolar AS atau meningkat sebesar 22 persen dibandingkan periode 2017 sebesar 201,7 juta dolar AS.
Angka ini baru satu persen dari total nilai impor Uni Eropa (UE) untuk produk kakao dan turunannya yang mencapai 27,4 miliar dolar AS.
Negara importir kakao ke UE terbesar adalah Pantai Gading (4 miliar dolar), Ghana (1,5 miliar dolar) dan Nigeria (672 juta dolar). Berdasarkan data yang dilansir oleh Eurostat, Uni Eropa merupakan negara pengonsumsi kakao terbesar di dunia, yakni sebesar 8-9 kg per kapita per tahun.
Pada kesempatan yang sama, Atase Perdagangan KBRI di Brussel, Merry Astrid Indriasari menambahkan, pengamanan akses pasar komoditas strategis melalui liberalisasi tarif menjadi kunci dalam perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).
Hal ini diyakini juga bisa mendorong laju ekspor komoditi kakao dan produk turunannya ke pasar UE. Hingga saat ini, Indonesia telah mengusulkan initial offer untuk lebih dari 10.000 pos tarif, termasuk di dalamnya kakao dan produk turunannya.
"Kami harapkan ini bisa mempercepat proses negosiasi untuk mengejar ketertinggalan dengan negara ASEAN lainnya yang sudah memiliki FTA dengan UE," kata Astrid.
Di sisi lain, permintaan biji kakao di dalam negeri juga sebenarnya meningkat. Selain mengekspor biji kakao, saat ini industri pengolahan biji kakao untuk re-ekspor juga sedang berkembang di dalam negeri.
Sebagai catatan, pada tahun 2018, Indonesia mengimpor biji kakao sebanyak 240.000 ton dengan nilai impor mencapai 528 juta dolar AS. Pasokan biji kakao nasional yang tersedia masih belum mampu mencukupi kapasitas terpasang industri olahan kakao.
"Pabrik-pabrik pengolahan kakao mengolah biji kakao menjadi barang setengah jadi untuk selanjutnya diekspor ke negara-negara konsumen utama seperti Eropa, Amerika Serikat dan Jepang," kata Wahida.
Hingga saat ini, cacao butter masih menjadi produk unggulan ekspor Indonesia dengan volume ekspor mencapai 24.600 ton di tahun 2018.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019