Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menegaskan pelaksanaan megaproyek pembangunan pembangkit berkapasitas 35.000 MW akan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan dunia usaha.
"Kami terus minta agar program 35.000 MW tetap jalan, tapi kecepatannya berdasarkan kebutuhan masyarakat dan dunia usaha. Yang penting itu masyarakat bisa mendapat layanan listrik dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.
Lebih lanjut, Jonan mengutarakan latar belakang penyusunan program yang dicanangkan pertama kali pada Mei 2015 itu adalah memperluas akses listrik kepada masyarakat. Tujuan inilah yang menjadi fokus utama pemerintah.
"Coba bandingkan, yang penting itu pembangkitnya atau jumlah masyarakat yang mendapatkan listrik? Kalau rakyatnya dulu, maka rasio elektrifikasi saat ini saja sudah 98,9 persen dan mudah-mudahan sampai akhir tahun sudah 99,3 persen," tegas Jonan.
Pada kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PLN Djoko Abumanan mengatakan program 35.000 MW terdiri atas 25.000 MW milik pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) dan 10.000 MW dibangun PLN. "Lima ribu MW milik PLN sudah masuk (kontrak)," ungkapnya.
Untuk di Jawa, lanjut Djoko, pembangkit yang dibangun PLN sudah terselesaikan semua kontraknya. Sementara pembangkit milik IPP dengan skala besar mulai masuk pada September 2019 seperti PLTU Jawa 8 Cilacap dan PLTU Jawa 7 Bojonegoro.
"Rata-rata PLTU-nya memakai teknologi ultra supra critical dengan kapasitas 1.000 MW per unit," ungkapnya.
Pembangunan pembangkit ini diharapkan mampu menopang kebutuhan listrik masyarakat, termasuk kendaraan listrik di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Kami terus minta agar program 35.000 MW tetap jalan, tapi kecepatannya berdasarkan kebutuhan masyarakat dan dunia usaha. Yang penting itu masyarakat bisa mendapat layanan listrik dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa.
Lebih lanjut, Jonan mengutarakan latar belakang penyusunan program yang dicanangkan pertama kali pada Mei 2015 itu adalah memperluas akses listrik kepada masyarakat. Tujuan inilah yang menjadi fokus utama pemerintah.
"Coba bandingkan, yang penting itu pembangkitnya atau jumlah masyarakat yang mendapatkan listrik? Kalau rakyatnya dulu, maka rasio elektrifikasi saat ini saja sudah 98,9 persen dan mudah-mudahan sampai akhir tahun sudah 99,3 persen," tegas Jonan.
Pada kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama PLN Djoko Abumanan mengatakan program 35.000 MW terdiri atas 25.000 MW milik pengembang listrik swasta (independent power producer/IPP) dan 10.000 MW dibangun PLN. "Lima ribu MW milik PLN sudah masuk (kontrak)," ungkapnya.
Untuk di Jawa, lanjut Djoko, pembangkit yang dibangun PLN sudah terselesaikan semua kontraknya. Sementara pembangkit milik IPP dengan skala besar mulai masuk pada September 2019 seperti PLTU Jawa 8 Cilacap dan PLTU Jawa 7 Bojonegoro.
"Rata-rata PLTU-nya memakai teknologi ultra supra critical dengan kapasitas 1.000 MW per unit," ungkapnya.
Pembangunan pembangkit ini diharapkan mampu menopang kebutuhan listrik masyarakat, termasuk kendaraan listrik di Indonesia.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019