Juru Kampanye Energi Yayasan Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu menyebutkan aparatur Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu tak serius mengungkap penyebab kematian puluhan penyu secara mendadak dalam kurun tiga bulan di perairan pantai Teluk Sepang, Kota Bengkulu.

Kata Olan, ketidakseriusan BKSDA Bengkulu itu terlihat dari belum keluarnya hasil uji laboratorium dan hasil otopsi terhadap penyu yang mati. Padahal BKSDA Bengkulu menjanjikan hasil uji laboratorium dan otopsi itu akan diketahui dua minggu setelah dikirim.

Tidak hanya itu, Yayasan Kanopi Hijau Indonesia bahkan mencurigai kantor BKSDA Bengkulu sengaja tidak mau mempublikasikan hasil uji laboratorium dan otopsi penyu yang mati tersebut.

"Terkait otopsi sampai sekarang hasilnya belum ada. Kami melihat BKSDA bermain-main atas uji lab ini. Diawal mereka menjanjikan dua minggu untuk mengetahui hasilnya tapi faktanya sampai saat ini belum ada. Kami curiga hasil uji laboratorium sengaja tidak dipublikasikan atau memang sampel tidak dikirim," kata Olan di Bengkulu, Selasa.

Ia mengatakan hingga kini sudah 25 ekor penyu yang ditemukan mati di perairan pantai Teluk Sepang, Kota Bengkulu. Jumlah ini dihitung sejak 10 November 2018 atau sejak PLTU batu bara Bengkulu yang berada dikawasan Teluk Sepang, Kota Bengkulu melakukan uji coba.

Kecurigaan Yayasan Kanopi Hijau Indonesia terhadap kantor BKSDA Bengkulu yang seolah tidak serius mengungkap penyebab kematian puluhan penyu secara mendadak ini lantaran ada kaitannya dengan limbah PLTU batu bara Bengkulu yang saat ini sedang melakukan uji coba itu. Sebab, sebelum PLTU batubara Bengkulu berdiri tidak pernah tercatat ada fenomena puluhan penyu yang mati secara beruntun.

"Kami menduga kematian penyu berkaitan dengan proses pembuangan limbah saat uji coba ini. Karena sejak uji coba berlangsung penyu mati sampai saat ini 25 ekor. Hal ini dikuatkan dengan keterangan nelayan bahwa sebelumnya tidak pernah kejadian penyu mati beruntun seperti ini," papar Olan.

Olan menjelaskan, penyu ke 25 ditemukan mati membusuk pada 3 Januari lalu tak jauh dari pembuangan air bahang PLTU batubara Bengkulu. Penyu ini ditemukan oleh nelayan setempat dengan kondisi cangkang yang sudah terkelupas.

Sedangkan penyu ke 23 dan 24 ditemukan mati pada 1 Januari lalu. Penyu ini ditemukan oleh pengurus Yayasan Kanopi Hijau Indonesia saat hendak memasang spanduk protes tentang keadilan ekologis di sekitar pembuangan air bahang PLTU batubara Bengkulu.

Olan menilai, kantor BKSDA Bengkulu adalah lembaga pemerintah yang harus bertanggung jawab untuk mengungkap dan mengusut secara tuntas penyebab kematian puluhan penyu secara mendadak di perairan pantai Teluk Sepang, Kota Bengkulu.

Kata Olan, penyu sisik yang banyak ditemukan mati ini merupakan hewan yang dilindungi berdasarkan lampiran Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.106/Menlhk/Setjen/Kum.1/12/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. 

"Pemangku negara dalam hal ini BKSDA yang bertanggung jawab terhadap hewan yang dilindungi. Maka sudah menjadi tugas BKSDA untuk mengungkap dan mengusut secara tuntas penyebab kematian penyu tersebut," tegas Olan.

Sementara itu, Kepala Kantor BKSDA Bengkulu Donald Hutasoit hingga tulisan ini diterbitkan tidak memberikan konfirmasi terkait hasil uji laboratorium dan otopsi penyu yang belum keluar tersebut.

Antara telah mendatangi langsung kantor BKSDA Bengkulu untuk mendapatkan konfirmasi terkait hal ini namun Kepala BKSDA tidak berada ditempat. Selain itu Antara juga telah menghubungi Kepala BKSDA Bengkulu via jaringan komunikasi namun tetap tidak ada balasan.

Pewarta: Carminanda

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020