Jambi (ANTARA Bengkulu) - Dua desa di Kabupaten Merangin, Jambi, yakni Desa Renah Alai dan Desa Jangkat berkomitmen menjaga kawasan hutan di daerah itu melalui program pengelolaan hutan berbasis masyarakat.

"Kami sudah mengusulkan pengelolaan hutan adat ke Pemkab Merangin sudah sejak 2008 lalu," ujar Kepala Desa Renah Alai, Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin, Jamalludin (48) di Jambi, Rabu.

Menurut dia, di Desa Renah Alai terdapat kurang lebih 258 kepala keluarga yang sangat menggantungkan diri dari keberadaan hutan di desa yang berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Kawasan hutan, katanya, sangat penting untuk menjaga keseimbangan pasokan air yang berfungsi sebagai penggerak pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) di daerah itu.

Namun demikian, keberadaan hutan di sekitar kawasan penyangga TNKS di Kabupaten merangin terancam dengan keberadaan ribuan pendatang dari sejumlah daerah yang sebagian membuka kawasan perkebunan kopi di daerah itu.

Bahkan, agar pengelolaan lahan dan hutan lebih jelas, dituangkan dalam peraturan desa (perdes) Renah Alai. Dalam perdes tersebut diatur, berbagai kegiatan pengelolaan hutan yang diperbolehkan serta sanksi-sanksi yang diterapkan bagi siapa saja yang melanggarnya.

"Namun demikian, sampai saat ini pengajuan izin pengelolaan hutan adat Renah Alai seluas 2.200 hektare belum ada persetujuan dari Bupati Merangin. Inilah yang sedang kami dorong dengan bantuan LSM lingkungan di Jambi," jelasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Jangkat, Kecamatan Sungai Tenang, Jarjani (31) mengatakan, ada seluas 4.600 hektare hutan desa tengah diusulkan sebagai salah satu skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat.

Dengan adanya hutan desa sangat berfungsi membantu masyarakat sebagai salah satu sumber penghidupan warga desa.

"Berbagai tanaman sudah kami coba mulai dari minyak nilam, kayu manis dan coklat. Namun banyak diganggu hama dan mati. Dengan adanya kawasan hutan desa, bisa menjadi alternatif sumber penghidupan bagi kami," ujarnya.

Sementara itu, Ali Sofiawan dari Tropical Forest Conservation Action for Sumatra (TFCA Sumatera) mengatakan, pengelolaan hutan di oleh masyarakat di Sumatera, khususnya di Kabupaten Merangin, Jambi menjadi salah satu fokus dalam program TFCA Sumatera.

Ia menjelaskan, TFCA-Sumatera merupakan sebuah inisiatif yang diprakarsai oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Amerika Serikat untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari di Indonesia dengan sumber pendanaan dari program pengalihan utang untuk lingkungan.

Melalui skema pengalihan utang untuk lingkungan, utang Pemerintah Indonesia sebesar 19,2 juta USD dikonversi untuk membiayai program konservasi hutan Indonesia dimana menjadi salah satu prioritas yang perlu diselamatkan adalah hutan Sumatera yang tersebar di 13 bentang alam prioritas.

"Untuk itulah TFCA-Sumatera mencoba melihat kondisi hutan di Jambi serta bagaimana potensi dan komitmen masyarakat di sekitar kawasan hutan dengan menggandeng salah satu lembaga pemerhati lingkungan yang ada di Jambi sebagai salah satu kawasan di Sumatera," jelas Ali Sofiawan.

Dezrijal, Fasilitator Komunitas dan Pengembangan Ekonomi Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Jambi, mengatakan, pihaknya sebagai salah satu lembaga pemerhati lingkungan di Jambi tengah mendorong upaya pengelolaan hutan berbasis masyarakat.

"Dengan skema pengelolaan hutan oleh masyarakat, keberadaan hutan betul betul bisa bermanfaat bagi warga sekitar tanpa harus merusak sumber daya hutan yang ada. Dan yang jelas, pengelolaan hutan ini sudah ada aturan yang jelas dengan didasari undang undang," ujarnya. (ANTARA)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012