Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendukung langkah Kepala Staf TNI AD, Jenderal TNI Andika Perkasa, yang akan menindak tegas oknum bintaranya, Sersan Kepala KP karena telah melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap bocah perempuan berusia tujuh tahun di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, pada 2018 yang lalu.
Baca juga: Diiming-imingi beasiswa, Kepsek di Bengkulu cabuli murid
Hal ini merespon informasi yang disampaikan keluarga korban kepada LPSK, Selasa, pasca pertemuan dengan Perkasa di Markas Besar TNI AD, di Jakarta, beberapa hari lalu.
Salah satu tugas pokok kepala staf matra TNI adalah membina dalam berbagai aspek seluruh jajarannya, selain membina kesiapan mereka dan material perang dalam hal operasi militer perang dan operasi militer selain perang jika diperlukan panglima TNI.
Dalam pertemuan itu Perkasa berjanji kepada keluarga korban untuk memecat oknum prajurit TNI AD yang telah melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap anak.
Wakil Ketua LPSK, Livia Istania DF Iskandar, mengapresiasi langkah yang diambil pucuk pimpinan TNI AD.
Baca juga: Oknum dosen dipolisikan mahasiswi, ngaku dilecehkan di toilet fakultas
Menurut dia, tindakan pemecatan itu dapat dimaknai sebagai upaya menjaga marwah dan citra TNI di mata masyarakat. Perbuatan pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI AD juga akan mencoreng nama baik serta martabat koprs TNI AD.
"Meskipun dalam koridor proses penegakan hukum, putusan peradilan tetap harus dihargai, namun dalam kerangka keadilan bagi korban, instansi TNI patut mempertimbangkan penjatuhan sanksi yang tegas kepada pelaku yakni dengan pemberhentian dari dinas kemiliteran," kata Iskandar, dalam keterangan tertulisnya.
Sebagai informasi, korban yang masih anak-anak tersebut merupakan terlindung LPSK. Meskipun layanan terhadap korban telah dihentikan, namun LPSK merasa memiliki kewajiban moral untuk terus mendukung keluarga korban mendapat rasa keadilan.
Hal itu lantaran keluarga korban merasa keberatan terhadap penjatuhan pidana dan peniadaan pidana tambahan pemecatan kepada pelaku sebagaimana putusan kasasi Mahkamah Agung.
Iskandar juga membeberkan, maraknya kekerasan seksual terhadap anak, salah satunya dapat dilihat dari meningkatnya permohonan perlindungan yang masuk ke LPSK.
Baca juga: Polres Rejang Lebong tangkap pelaku pencabulan terhadap anak
Pada 2016 jumlah korban yang mengajukan permohonan sebanyak 35 orang, meningkat menjadi 70 orang di 2017 dan kembali naik menjadi 149 korban di 2018. Pada 2019 hingga bulan Juni terdapat 350 korban. Angka ini diduga masih berupa gambaran puncak gunung es.
"Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri belum lama ini menyatakan kekerasan seksual terhadap anak menempati posisi teratas dalam laporan kekerasan terhadap anak. Presiden menyebut terjadi peningkatan kekerasan terhadap anak dalam kurun waktu 2015-2016, semoga kekhawatiran Presiden dapat menjadi kepedulian bersama," kata dia.
Sebagaimana diketahui, anak berinisial A merupakan korban kekerasan seksual oleh Sersan Kepala KP, yang satuan dan jabatannya tidak diungkap kepada publik.
Kejahatan memilukan itu terjadi sekitar Juni hingga Juli 2018. Korban menceritakan peristiwa terjadi di suatu kantor Koramil dan tindakannya dilakukan lebih dari tiga kali, korban diberikan imbalan permen dan uang oleh pelaku.
Pada 28 November 2018 Pengadilan Militer 1-04 Palembang melalui Nomor Putusan 145-K/PM 1-04/AD/IX/2018 menjatuhkan hukuman pidana pokok penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan, pidana denda sebesar satu miliar rupiah subsidair kurungan pengganti selama 3 (tiga) bulan, pelaku juga dikenakan pidana tambahan dipecat dari dinas militer TNI AD.
Baca juga: Residivis curanmor setubuhi adik pacar sendiri, kini terancam 15 tahun penjara
Putusan ini kemudian diperkuat Pengadilan Militer Tinggi I Medan. Namun pada putusan kasasi di Mahkamah Agung pada 29 Mei 2019, hukuman pelaku dikurangi menjadi 2 (dua) tahun, denda Rp100 juta sedangkan untuk hukuman pemecatan dari dinas militer dihapuskan.
Keluarga korban mengaku sangat kecewa dengan putusan kasasi MA itu. Merespon hasil putusan, LPSK mendampingi keluarga korban bertemu dengan kepala Badan Pembinaan Hukum TNI untuk mengadukan peristiwa yang dialami korban.
LPSK juga telah bersurat kepada Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, agar kiranya terdakwa diproses melalui prosedur administrasi kepegawaian dan diberhentikan dari dinas militer.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020
Baca juga: Diiming-imingi beasiswa, Kepsek di Bengkulu cabuli murid
Hal ini merespon informasi yang disampaikan keluarga korban kepada LPSK, Selasa, pasca pertemuan dengan Perkasa di Markas Besar TNI AD, di Jakarta, beberapa hari lalu.
Salah satu tugas pokok kepala staf matra TNI adalah membina dalam berbagai aspek seluruh jajarannya, selain membina kesiapan mereka dan material perang dalam hal operasi militer perang dan operasi militer selain perang jika diperlukan panglima TNI.
Dalam pertemuan itu Perkasa berjanji kepada keluarga korban untuk memecat oknum prajurit TNI AD yang telah melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap anak.
Wakil Ketua LPSK, Livia Istania DF Iskandar, mengapresiasi langkah yang diambil pucuk pimpinan TNI AD.
Baca juga: Oknum dosen dipolisikan mahasiswi, ngaku dilecehkan di toilet fakultas
Menurut dia, tindakan pemecatan itu dapat dimaknai sebagai upaya menjaga marwah dan citra TNI di mata masyarakat. Perbuatan pidana yang dilakukan oleh prajurit TNI AD juga akan mencoreng nama baik serta martabat koprs TNI AD.
"Meskipun dalam koridor proses penegakan hukum, putusan peradilan tetap harus dihargai, namun dalam kerangka keadilan bagi korban, instansi TNI patut mempertimbangkan penjatuhan sanksi yang tegas kepada pelaku yakni dengan pemberhentian dari dinas kemiliteran," kata Iskandar, dalam keterangan tertulisnya.
Sebagai informasi, korban yang masih anak-anak tersebut merupakan terlindung LPSK. Meskipun layanan terhadap korban telah dihentikan, namun LPSK merasa memiliki kewajiban moral untuk terus mendukung keluarga korban mendapat rasa keadilan.
Hal itu lantaran keluarga korban merasa keberatan terhadap penjatuhan pidana dan peniadaan pidana tambahan pemecatan kepada pelaku sebagaimana putusan kasasi Mahkamah Agung.
Iskandar juga membeberkan, maraknya kekerasan seksual terhadap anak, salah satunya dapat dilihat dari meningkatnya permohonan perlindungan yang masuk ke LPSK.
Baca juga: Polres Rejang Lebong tangkap pelaku pencabulan terhadap anak
Pada 2016 jumlah korban yang mengajukan permohonan sebanyak 35 orang, meningkat menjadi 70 orang di 2017 dan kembali naik menjadi 149 korban di 2018. Pada 2019 hingga bulan Juni terdapat 350 korban. Angka ini diduga masih berupa gambaran puncak gunung es.
"Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri belum lama ini menyatakan kekerasan seksual terhadap anak menempati posisi teratas dalam laporan kekerasan terhadap anak. Presiden menyebut terjadi peningkatan kekerasan terhadap anak dalam kurun waktu 2015-2016, semoga kekhawatiran Presiden dapat menjadi kepedulian bersama," kata dia.
Sebagaimana diketahui, anak berinisial A merupakan korban kekerasan seksual oleh Sersan Kepala KP, yang satuan dan jabatannya tidak diungkap kepada publik.
Kejahatan memilukan itu terjadi sekitar Juni hingga Juli 2018. Korban menceritakan peristiwa terjadi di suatu kantor Koramil dan tindakannya dilakukan lebih dari tiga kali, korban diberikan imbalan permen dan uang oleh pelaku.
Pada 28 November 2018 Pengadilan Militer 1-04 Palembang melalui Nomor Putusan 145-K/PM 1-04/AD/IX/2018 menjatuhkan hukuman pidana pokok penjara selama 5 (lima) tahun dan 6 (enam) bulan, pidana denda sebesar satu miliar rupiah subsidair kurungan pengganti selama 3 (tiga) bulan, pelaku juga dikenakan pidana tambahan dipecat dari dinas militer TNI AD.
Baca juga: Residivis curanmor setubuhi adik pacar sendiri, kini terancam 15 tahun penjara
Putusan ini kemudian diperkuat Pengadilan Militer Tinggi I Medan. Namun pada putusan kasasi di Mahkamah Agung pada 29 Mei 2019, hukuman pelaku dikurangi menjadi 2 (dua) tahun, denda Rp100 juta sedangkan untuk hukuman pemecatan dari dinas militer dihapuskan.
Keluarga korban mengaku sangat kecewa dengan putusan kasasi MA itu. Merespon hasil putusan, LPSK mendampingi keluarga korban bertemu dengan kepala Badan Pembinaan Hukum TNI untuk mengadukan peristiwa yang dialami korban.
LPSK juga telah bersurat kepada Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, agar kiranya terdakwa diproses melalui prosedur administrasi kepegawaian dan diberhentikan dari dinas militer.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020