Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Anggota Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu, Salehan menegaskan perusahaan perkebunan yang beroperasi di daerah itu hendaknya tidak menggusur masyarakat.

"Keberadaan perusahaan perkebunan yang menimbulkan konflik bahkan menggusur masyarakat patut dievaluasi perizinannya," katanya di Bengkulu, Selasa,

Ia mengatakan hal itu terkait kasus sengketa lahan antara masyarakat lima desa di Kabupaten Seluma, Bengkulu dengan perusahaan perkebunan PT Sandabi Indah Lestari.

Keberadaan perusahaan atau investasi pada umumnya, menurutnya harus mampu mengangkat kesejahteraan, bukan menggusur masyarakat.

"Pemerintah daerah harus mengambil sikap terhadap perusahaan yang menimbulkan konflik apalagi sampai menyengsarakan masyarakat," katanya.

Salehan yang merupakan Anggota DPRD Provinsi Bengkulu dari daerah pemilihan Kabupaten Seluma mengatakan warga lima desa di Kecamatan Seluma Barat akan bertahan mempertahankan lahan garapan mereka.

Pemerintah daerah kata dia harus segera mengkaji dampak perluasan lahan perkebunan yang terancam meminggirkan masyarakat.

Menurutnya, khusus di Kabupaten Seluma, penguasaan perusahaan perkebunan terhadap lahan mencapai 90 persen dan sisanya 10 persen dikelola petani.

"Kondisi ini sangat rentan memunculkan konflik sosial sebab hampir 99 persen masyarakat Seluma adalah petani," ujarnya.

Untuk itu, ia meminta Pemda Kabupaten Seluma agar tidak lagi memperpanjang izin Hak Guna Usaha (HGU) dan menghentikan izin HGU baru.

Menurutnya, petani di Seluma juga bisa berkembang dengan baik, asalkan didukung dengan bantuan sarana produksi seperti bibit dan pupuk.

"Petani itu tidak kalah dengan perusahaan asal dibina dengan baik dan tepat," tambahnya.

Ketua Forum Petani Bersatu Kabupaten Seluma Yan Pakpahan mengatakan para petani di lima desa sudah membuat surat rekomendasi penolakan perpanjangan HGU PT Sandabi Indah Lestari.

"Pemda Seluma sepertinya lebih memihak perusahaan daripada ribuan jiwa petani di lima desa," katanya.

Hal itu terbukti dari penerbitan izin lokasi kepada PT SIL, padahal HGU perusahaan itu yang merupakan bekas HGU Way Sebayur sudah habis masa berlakunya pada 31 Desember 2012.

Ia mengatakan, sebelumnya BPN meminta konflik yang terjadi antara perusahaan dengan warga di lima desa yakni desa Pagar Agung, Tumbuan, Talang Prapat, dan Lunjuk agar diselesaikan melalui fasilitas Pemda.

Namun, kenyataan di lapangan, Pemda Seluma telah terlebih dahulu memberikan izin lokasi. (ANT)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013