Pekanbaru (ANTARA Bengkulu) - Ilmuwan dari Jepang dalam melakukan penelitian emisi karbon memuji besarnya potensi lahan gambut di Semenanjung Kampar Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, sebagai yang terluas dan salah satu yang terdalam di dunia.

"Kesan saya terhadap gambut di Riau, sangat bagus karena luas dan mempunyai kedalaman untuk menyimpan karbon," kata Prof Toshihide Nagano dari Universitas Utsunomiya di Pekanbaru, Rabu.

Nagano bersama sejumlah ilmuwan Jepang lainnya melakukan riset terhadap pelepasan karbon di lahan gambut yang dikelola untuk hutan tanaman industri di konsesi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Semenanjung Kampar. Penelitian itu rencananya berlangsung selama tiga tahun, sejak Juli 2012.

Menurut dia, kondisi gambut di Semenanjung Kampar sangat bagus untuk penelitian, bahkan lebih bagus dari yang ada di Thailand, dimana mereka pernah melakukan penelitian.

"Gambut di Thailand lebih sempit, jadi saya sangat berharap besar dari penelitian di Riau," kata Nagano dalam bahasa Inggris.

Karena itu, para ilmuwan itu tidak tanggung-tanggung menginvestasikan alat pengukur karbon senilai Rp1 miliar untuk riset di Semenanjung Kampar. Alat itu bisa mengukur pelepasan CO2, kelembaban, ketinggian air dan suhu di lahan gambut secara periodik tiap satu jam.

Dari data itu, lanjutnya, bisa menunjukan kondisi ketinggian air gambut di lokasi HTI saat musim kemarau dan penghujan yang memperlihatkan berapa besar pelepasan karbon dalam kondisi yang berbeda.

"Saya berharap hasil riset ini bisa bermanfaat, khusus untuk perusahaan atau kalangan bisnis, semoga bisa digunakan untuk menyeimbangkan aspek pengelolaan lingkungan tetap dijaga dan peningkatan produksi," katanya.

Ketua Tim MRV (measurement, reporting and verification) Kementerian Kehutanan Prof Budi Indra Setiawan menyambut baik penelitian ilmuwan Jepang itu karena bisa bermanfaat untuk memastikan penghitungan emisi karbon di lahan gambut.

Ia mengatakan, penelitian itu menunjukan betapa besar kepentingan Jepang terhadap perkembangan industri kehutanan dan kertas Indonesia.

"Itu bisa dipahami karena Jepang sangat membutuhkan bahan baku dari kita untuk memenuhi tingginya permintaan kertas di sana. Kebudayaan Jepang tidak bisa lepas dari kertas, seperti dari tradisi origami hingga dari tingginya minat baca disana," ujarnya.

Ia menilai, riset tersebut akan sangat membawa keuntungan dari kedua pihak dimasa depan. (ANT)

Pewarta:

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013