Jakarta (ANTARA) - Para perempuan di Indonesia dinilai masih belum banyak yang bekerja aktif secara profesional di ruang formal termasuk pada posisi pimpinan, padahal mereka ini memiliki potensi, menurut Influencing Director Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) Nazla Mariza.
Dari sisi angka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), angkatan kerja perempuan tercatat sekitar 53 persen atau lebih rendah dibandingkan laki-laki yang mencapai 82 persen. Sementara bila mengurucut pada level manajerial, data dari World Economic Forum Global Gender Gap (2020) memperlihatkan, baru 22 persen perusahaan di Indonesia yang perwakilan perempuan di posisi pimpinan.
Nazla mengatakan, streotipe dan perlakuan berbeda masih dihadapi perempuan sehingga seringkali tak mendapatkan ruang menjadi pemimpin atau mengambil keputusan. Belum lagi peran domestik yang masih melekat pada para perempuan, sehingga menjadikan sebagian mereka memilih berhenti bekerja setelah menikah cukup kental di Indonesia.
Demi mendobrak stereotipe ini, Plan Indonesia menyelenggarakan kampanye yang tidak hanya untuk Indonesia melainkan global bertajuk #GirlsTakeOver bekerja sama dengan AstraZeneca di lebih dari 17 negara termasuk di Indonesia.
Dalam kampanye ini, sebanyak 42 remaja perempuan terpilih mengambil alih posisi penting di kantor AstraZeneca salah satunya posisi Country President AstraZeneca Indonesia selama satu hari.
“Kami ingin kampanye ini melibatkan tokoh-tokoh pemimpin tinggi untuk memberikan ruang pada perempuan muda memimpin. Ini gebrakan simbolik, kami ingin mendobrak persepsi untuk memandang perempuan sebagai enstitas utuh, perlu diberikan kesempatan,” kata Nazla dalam konferensi pers daring "Sehari Menjadi Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia", Kamis.
Di AstraZeneca sendiri, kampanye #GirlsTakeOver sebenarnya diwujudkan dalam gerakan internal perusahaan bertema #GirlsBelongHere yang juga menyerukan perubahan sosial dan politik untuk menghapus hambatan diskriminasi dan prasangka yang menghambat perempuan di dunia. Kampanye ini juga sekaligus bertujuan membuka kesempatan agar perempuan bisa mengeluarkan potensinya.
Zakiah (16), menjadi salah seorang remaja perempuan yang terpilih dalam kampanye itu. Siswi sekolah menengah atas (SMA) asal Jakarta Utara sekaligus pendidik Sebaya Young Health Programme itu awalnya tak pernah menyangka akan berkesempatan mengambil alih peran sebagai Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia selama satu hari tepatnya pada 8 Oktober 2021.
Dia bahkan masih merasa gugup salah satunya saat melakukan pertemuan secara daring bersama President Director AstraZeneca Indonesia, Sewhan Chon. Tetapi dia bisa menyingkirkan rasa gugupnya dan banyak melontarkan pertanyaan pada sosok pimpinan AstraZeneca Indonesia itu, guna mendapatkan gambaran seperti apa idealnya pemimpin itu.
“Selama sehari mengambil alih posisi Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, saya melihat bahwa AstraZeneca Indonesia sudah mengimplementasikan kebijakan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan inklusif,” tutur dia yang punya cita-cita berprofesi sebagai guru itu.
Zakiah ingin mengajak kaum muda lainnya ikut percaya diri terhadap kemampuan yang dimiliki dan berani berbicara tanpa melihat gender sebagai pembatas, demi membantu pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di Indonesia.
Dia juga berharap bisa turut berkontribusi serta bersinergi bersama untuk terus mendukung dan menyuarakan kesetaraan gender agar semua mendapat keadilan dan kebebasan yang sama.
President Director AstraZeneca Indonesia, Sewhan Chon, mengatakan, inklusivitas dan keberagaman menjadi budaya yang dijunjung perusahaannya. Dalam hal ini, keseteraan gender memainkan peran penting.
Chon berharap Zakiah yang terpilih mengikuti #GirlsTakeOver di AstraZeneca mendapatkan pengalaman yang membekalinya untuk tumbuh menjadi pemimpin masa depan khususnya tentang kepemimpinan, inklusivitas, dan pemberdayaan. Dia berharap Zakiah dapat mencapai potensi semaksimal mungkin di masa depan.
Perempuan Indonesia punya potensi jadi pemimpin
Kamis, 14 Oktober 2021 15:19 WIB 823