Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis obstetri dan ginekologi konsultan fertilitas lulusan Universitas Indonesia dr. Upik Anggraheni Sp.OG mengatakan remaja yang menjalani kehamilan di usia kurang dari 20 tahun sering kali belum memiliki kesiapan mental yang meningkatkan risiko depresi pasca persalinan atau baby blues.
“Remaja di usia 19 tahun sering kali masih dalam proses pembentukan identitas dan belum sepenuhnya siap secara mental untuk tanggung jawab menjadi orang tua, yang dapat meningkatkan risiko depresi pascapersalinan atau baby blues,” kata Upik kepada ANTARA, Jumat.
Upik mengatakan kehamilan pada usia muda seringkali tidak direncanakan, yang dapat menyebabkan kurangnya dukungan keluarga atau pasangan. Kehamilan remaja juga sering dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi pascamelahirkan dan masalah kesehatan mental lainnya, yang dapat memiliki dampak berkepanjangan pada kualitas hidup.
Pada kehamilan usia muda, pasien perlu menjaga kesehatan mental dengan mengelola stres dengan baik. Upik menyarankan untuk mencari kegiatan yang membuat rileks, dan terbuka membicarakan kekhawatiran dengan pasangan atau keluarga.
Upik mengatakan usia reproduksi yang aman untuk hamil adalah antara usia 20 sampai 35 tahun, berdasarkan rekomendasi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Indonesia dan Kementerian Kesehatan untuk mencegah kehamilan dengan faktor risiko tinggi, salah satunya adalah ibu yang melahirkan di usia terlalu muda (kurang dari 20 tahun) atau terlalu tua (lebih dari 35 tahun), yang dikenal dengan istilah "4T" (Terlalu Muda, Terlalu Tua, Terlalu Dekat, Terlalu Banyak).
