Jakarta (ANTARA) - Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC, Pratama Persadha mengatakan viralnya calon Taruna TNI keturunan Prancis berinisial EZA yang diduga jadi simpatisan salah satu organisasi dan sudah dilarang, sedikit banyak ada faktor politis.
"Untuk kasus EZA sedikit banyak memang ada faktor politis pascapilpres dari sisi pendukung," katanya melalui pesan singkat yang diterima Antara, di Jakarta, Senin.
Ia menyebutkan, persoalan ini tidak bisa selesai karena apakah setiap orang yang membawa bendera tauhid otomatis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
"Ini MUI (Majelis Ulama Indonesia) punya ranah untuk menentukan. Sehingga masyarakat lebih jelas dan isunya tidak melebar," katanya.
Baca juga: TNI tegaskan Enzo Zenz Allie tetap diterima jadi Taruna Akmil
Menurut dia, kejadian ini mirip seperti ISIS dan Al Qaeda yang menggunakan bendera bergambar cap atau stempel Nabi Muhammad.
Padahal, lanjut dia, buku-buku ulama banyak yang halaman depan memakai gambar serupa. "Ini kembali lagi pada budaya literasi kita sejauh mana," katanya.
Oleh karena itu, dia menduga TNI memiliki mekanisme tersendiri untuk menghadapi masalah itu dan publik sebaiknya menunggu, sekaligus belajar.
"Budaya literasi harus diarahkan ke sumber akademis, bukan buzzer di media sosial. Ini yang penting," katanya.
Pratama juga mengatakan viralnya berita EZA terkait masa depan seorang anak, diekspos secara nasional. Tapi juga jadi pembelajaran untuk masyarakat.
"Memang budaya literasi ini tidak mudah, bahkan di negara maju masih banyak masalah. Kita tunggu saja semoga ada keterangan lanjutan dari TNI dan MUI," katanya.
Pratama mengajak masyarakat untuk pandai-pandai menjaga diri sendiri di internet mengingat suhu politik juga masih hangat.
Soal EZA selain foto dengan bendera tauhid, lanjut Pratama, foto yang disebar adalah foto bersama ibunya di markas pemenangan 02. Tentu ini pasti hangat di kalangan pendukung. Belum lagi profil akun media sosial ibu EZA.
Baca juga: TNI dalami terkait Enzo Zenz Allie terpapar radikalisme
"Saya tidak bisa menilai dan menghakimi, biar TNI dan MUI saja yang nanti menilai.
Prinsipnya bersama kita harus tingkatkan literasi masyarakat," katanya.
Taruna Akmil keturunan Indo-Prancis, EZA, sempat menarik perhatian Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto dan videonya viral di media sosial setelah diajak berbicara Bahasa Prancis oleh Panglima TNI.
EZA diketahui fasih berbicara empat bahasa yakni bahasa Prancis, Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia.
Dia lahir di Prancis, tapi pindah ke Indonesia pada usia 13 tahun setelah ayahnya meninggal dunia dan memiliki status WNI.
Namun, dia diduga terpapar gerakan HTI yang diketahui dari salinan gambar media sosial Facebooknya.
Baca juga: Viral taruna Akmil keturunan Prancis, Panglima TNI: Dia memenuhi syarat
Kasus Taruna keturunan Prancis bermuatan politis, kata pengamat
Senin, 12 Agustus 2019 22:28 WIB 2602