Sejumlah akademisi Fakultas Hukum Universitas Bengkulu menentang Rancangan Undang - Undang (RUU) Cipta Kerja dengan konsep Omnibus Law yang akan disahkan pemerintah dalam waktu dekat. 

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Beni Kurnia Illahi mengatakan hingga ujung pengesahaan RUU Cipta Kerja, publik tidak henti - hentinya bersuara menolak kehadiran Omnibus Law di Indonesia. 

Menurutnya, Omnibius Law tidak berpihak pada kemaslahatan rakyat dan menerobos proses peraturan perundang - undangan baik secara formil maupun materil. 

"Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tetap saja abai dan tutup kuping terhadap masukan dan penolakan terhadap RUU ini, maka sudah dapat disimpulkan keputusan bersama yang dilakukan tidak lagi mewakili rakyat, tapi mewakili sekelompok individu saja," kata dia di Bengkulu, Senin. 

Agenda ini, kata Beni harus dijegal bersama agar produk oligarki di Indonesia tidak menjamur dan merugikan masyarakat. 

"Segera batalkan Omnibus Law," katanya. 

Ia menambahkan, masyarakat tidak boleh diam karena semata-mata dalam rangka memperjuangkan hak-hak konstitusional sebagai warga negara Indonesia yang dijamin oleh konstitusi. Menurutnya, banyak substansi norma yang melangkahi aturan konstitusi dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bengkulu lainnya, Zico Junius Fernando juga melontarkan pernyataan yang sama terkait Omnibus Law. 

Menurutnya, perjalanan RUU ini, mulai dari pembahasan hingga di ujung pengesahan penuh dengan protes dan penolakan sehingga Omnibus Law dianggap sebagai cara yang tidak demokratis dan cendrung despotis mengandung ilusi penyederhanaan aturan. 

"Masyarakat bukan anti dengan suatu hal yang baru, masyarakat anti terhadap aturan yang tidak pro rakyat, dan hanya menguntungkan elite atau oligarki kekuasaan tertentu," ucap Zico. 

Sementara dosen hukum lainnya Ari Wiriya Dinata berpendapat, UU yang dibuat di atas ketidakadilan dan menggerus hak-hak petani tidak dapat dianggap sebagai peraturan perundang-undangan karena tidak memiliki keabsahaan dan tidak memiliki legitimasi. 
 
"Apalagi Omnibus Law ini, hadir di tengah gempuran publik atas substansinya, sejatinya Undang-Undang yang baik mewakili kepentingan dan jiwa masyarakat, dan kebutuhan hukum publik, bukan kebutuhan hukum elite semata," katanya.

Pewarta: Jumentrio Jusmadi

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2020