Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyatakan anak harimau sumatra (Panthera tigria sumatrae) yang terkena jerat di perkebunan masyarakat di Kabupaten Aceh Tenggara hingga kini masih dirawat intensif.
"Dari hasil pemeriksaan dan penanganan tim medis, kondisi anak harimau sumatra tersebut butuh perawatan khusus dan kini masih dirawat intensif untuk penyembuhan luka kaki depan sebelah kanan akibat terkena jerat," kata Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto di Banda Aceh, Senin.
Sebelumnya, tim BKSDA bersama mitra mengevakuasi anak harimau diperkirakan berusia satu hingga 1,5 tahun terkena jerat di kebun masyarakat di Desa Gulo, Kecamatan Darul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara, Sabtu (23/1).
Kondisi anak harimau saat ditemukan sangat lemah dan mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan. Hasil pemeriksaan tim medis, diperkirakan anak harimau tersebut tiga hari terkena jerat sebelum dievakuasi.
"Anak harimau tersebut berkelamin jantan dengan berat 45 hingga 50 kilogram. Saat ini, dirawat intensif di Kantor BPTN Wilayah II BBTNGL di Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara," kata Agus Arianto.
Agus Arianto mengatakan jika perkembangan kesehatan anak harimau tersebut semakin baik setelah pemulihannya nanti, maka akan dipersiapkan rencana pelepasliaran ke habitat alaminya.
"Proses pelepasliaran akan melibatkan para pihak, terutama pemerintah daerah dan masyarakat setempat guna menjamin keselamatan harimau di habitat alaminya," kata Agus Arianto.
Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto menyebutkan harimau sumatra merupakan satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Berdasarkan daftar kelangkaan satwa dikeluarkan lembaga konservasi dunia International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus spesies terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.
BKSDA Aceh mengimbau masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian, khususnya harimau sumatra, dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa.
Selain itu, tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam
keadaan hidup ataupun mati.
Kemudian, tidak memasang jerat/pagar jerat babi, racun, pagar listrik tegangan tinggi yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi. Semua perbuatan ilegal tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di samping itu, beberapa aktivitas tersebut dapat menyebabkan konflik satwa liar, khususnya harimau sumatra dengan manusia, yang dapat berakibat kerugian secara ekonomi hingga korban jiwa, baik manusia maupun keberlangsungan hidup satwa liar tersebut.
"Kami mengapresiasi atas dukungan semua pihak, khususnya masyarakat Desa Gulo, Kecamatan Darul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara, kepolisian, TNI yang membantu proses evakuasi dan mendukung pelepasliaran kembali harimau sumatra tersebut ke habitatnya," kata Agus Arianto.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021
"Dari hasil pemeriksaan dan penanganan tim medis, kondisi anak harimau sumatra tersebut butuh perawatan khusus dan kini masih dirawat intensif untuk penyembuhan luka kaki depan sebelah kanan akibat terkena jerat," kata Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto di Banda Aceh, Senin.
Sebelumnya, tim BKSDA bersama mitra mengevakuasi anak harimau diperkirakan berusia satu hingga 1,5 tahun terkena jerat di kebun masyarakat di Desa Gulo, Kecamatan Darul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara, Sabtu (23/1).
Kondisi anak harimau saat ditemukan sangat lemah dan mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan. Hasil pemeriksaan tim medis, diperkirakan anak harimau tersebut tiga hari terkena jerat sebelum dievakuasi.
"Anak harimau tersebut berkelamin jantan dengan berat 45 hingga 50 kilogram. Saat ini, dirawat intensif di Kantor BPTN Wilayah II BBTNGL di Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara," kata Agus Arianto.
Agus Arianto mengatakan jika perkembangan kesehatan anak harimau tersebut semakin baik setelah pemulihannya nanti, maka akan dipersiapkan rencana pelepasliaran ke habitat alaminya.
"Proses pelepasliaran akan melibatkan para pihak, terutama pemerintah daerah dan masyarakat setempat guna menjamin keselamatan harimau di habitat alaminya," kata Agus Arianto.
Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto menyebutkan harimau sumatra merupakan satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Berdasarkan daftar kelangkaan satwa dikeluarkan lembaga konservasi dunia International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus spesies terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.
BKSDA Aceh mengimbau masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian, khususnya harimau sumatra, dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa.
Selain itu, tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam
keadaan hidup ataupun mati.
Kemudian, tidak memasang jerat/pagar jerat babi, racun, pagar listrik tegangan tinggi yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi. Semua perbuatan ilegal tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di samping itu, beberapa aktivitas tersebut dapat menyebabkan konflik satwa liar, khususnya harimau sumatra dengan manusia, yang dapat berakibat kerugian secara ekonomi hingga korban jiwa, baik manusia maupun keberlangsungan hidup satwa liar tersebut.
"Kami mengapresiasi atas dukungan semua pihak, khususnya masyarakat Desa Gulo, Kecamatan Darul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara, kepolisian, TNI yang membantu proses evakuasi dan mendukung pelepasliaran kembali harimau sumatra tersebut ke habitatnya," kata Agus Arianto.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2021