Makassar (Antara Bengkulu) -  Kabid Kualitas Hidup, Badan Perlindungan Perempuan dan Anak, Badan Pemberdayaan Perempuan Provinsi Sulsel, Nur Anti Madjid mengatakan angka pernikahan usia dini yakni di usia 15 tahun tercatat tertinggi di daerah ini.

"Sulsel menjadi provinsi yang berada pada peringkat pertama untuk pernikahan dini usia anak 15 tahun. Angkanya mencapai 6,7 persen dibandingkan angka nasional yang hanya 2,46 persen," kata Nur Anti di Makassar, Sabtu.

Sementara untuk pernikahan di usia 15-19 tahun, Sulsel berada di urutan ketujuh dengan angka 13,86 persen atau lebih tinggi dari angka nasional yang hanya 10,80 persen.

Menurut Nur Anti, pernikahan usia muda tidak hanya berdampak pada kematian saat ibu melahirkan, tapi juga rentan terhadap penularan HIV/AIDS.  Akibatnya, Sulsel masuk sebagai wilayah zona "merah" dan "diwarning" sebagai wilayah "lost generation".

"Inilah pekerjaan rumah yang harus menjadi urusan seluruh pihak dengan upaya mengantisipasi pernikahan dini bagi anak-anak. Siapa pun itu, yang jelas anak usia dini masih harus berada di bangku sekolah," katanya.

Berdasarkan data Badan Pemberdayaan Perempuan Sulsel diketahui, daerah tertinggi angka pernikahan usia dininya adalah Kabupaten Gowa dan Bone.

Sementara contoh konkret dampak pernikahan usia dini yang menimbulkan "lost generation" itu terjadi di Kabupaten Bulukumba yang terdapat satu rumah yang saat ini kosong karena seluruh generasinya telah meninggal.

"Itu akibat pernikahan usia dini yang kemudian berdampak pada kematian generasi-generasi yang ada, karena minimnya pengetahuan masyarakat terhadap bahaya pernikahan usia dini," katanya. (Antara)

Pewarta: Oleh Suriani Mappong

Editor : Helti Marini S


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2013