Pekanbaru (Antara) - Kabut asap yang dihasilkan peristiwa kebakaran lahan di Negara Malaysia berpotensi mencemari udara di Provinsi Riau, Indonesia.
"Terlebih kebakaran lahan yang masih berupa titik panas terpantau oleh Satelit NOAA 18 dan modis sangat banyak di Malaysia seberang Riau atau sekitar Malaka," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho kepada Antara di Pekanbaru, Jumat.
Menurut data atau rekaman satelit pada Kamis (6/3), demikian Sutopo, titik panas (hotspot) di Malaysia jauh lebih banyak dibandingkan di Riau.
Terlebih, kata dia, arah angin memang bergerak dari Malaysia mengarah ke wilayah Riau dan sekitarnya.
Kondisi ini menurut dia, diperkuat dengan kecepatan pergerakan angin di atas 25 kilometer per jam sehingga potensi asap yang dihasilkan negara tetangga itu sampai ke berbagai daerah di Sumatera terutama Riau.
"Namun itu butuh analisis lagi, sementara peluang itu ada berdasarkan dengan pantauan satelit dan analisa arah dan pergerakan angin," katanya.
Sutopo mengatakan, dengan situasi demikian, tidak juga menutup peluang asap yang menyelimuti sebagian besar Riau bertambah pekat.
Sebelumnya Kepala BNPB Syamsul Maarif mengatakan, kebakaran lahan dan hutan merata terjadi hampir seluruh wilayah Perhimpunan Negara Asia Tenggara (ASEAN) seperti Thailand, Laos, Vietnam, Malaysia, Kamboja dan Indonesia.
"Jadi kalau misalkan ada kabut asap di Singapura atau di Malaysia dan sejumlah negara lainnya di ASEAN, itu bukan dari Riau atau Indonesia," katanya.
Hal itu menurut dia, diperkuat lagi dengan hasil analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru di mana arah pergerakan angin masih konsisten dari timur laut ke barat daya yang artinya berlawanan dengan arah negara tetangga seperti Malaysia maupun Singapura.
"Jadi, tidak bisa dipersalahkan Riau atau Indonesia jika terjadi polusi kabut asap di negara-negara tersebut, karena di sana juga ditemukan titik panas bahkan jumlahnya jauh lebih banyak," katanya. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014
"Terlebih kebakaran lahan yang masih berupa titik panas terpantau oleh Satelit NOAA 18 dan modis sangat banyak di Malaysia seberang Riau atau sekitar Malaka," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho kepada Antara di Pekanbaru, Jumat.
Menurut data atau rekaman satelit pada Kamis (6/3), demikian Sutopo, titik panas (hotspot) di Malaysia jauh lebih banyak dibandingkan di Riau.
Terlebih, kata dia, arah angin memang bergerak dari Malaysia mengarah ke wilayah Riau dan sekitarnya.
Kondisi ini menurut dia, diperkuat dengan kecepatan pergerakan angin di atas 25 kilometer per jam sehingga potensi asap yang dihasilkan negara tetangga itu sampai ke berbagai daerah di Sumatera terutama Riau.
"Namun itu butuh analisis lagi, sementara peluang itu ada berdasarkan dengan pantauan satelit dan analisa arah dan pergerakan angin," katanya.
Sutopo mengatakan, dengan situasi demikian, tidak juga menutup peluang asap yang menyelimuti sebagian besar Riau bertambah pekat.
Sebelumnya Kepala BNPB Syamsul Maarif mengatakan, kebakaran lahan dan hutan merata terjadi hampir seluruh wilayah Perhimpunan Negara Asia Tenggara (ASEAN) seperti Thailand, Laos, Vietnam, Malaysia, Kamboja dan Indonesia.
"Jadi kalau misalkan ada kabut asap di Singapura atau di Malaysia dan sejumlah negara lainnya di ASEAN, itu bukan dari Riau atau Indonesia," katanya.
Hal itu menurut dia, diperkuat lagi dengan hasil analisis Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru di mana arah pergerakan angin masih konsisten dari timur laut ke barat daya yang artinya berlawanan dengan arah negara tetangga seperti Malaysia maupun Singapura.
"Jadi, tidak bisa dipersalahkan Riau atau Indonesia jika terjadi polusi kabut asap di negara-negara tersebut, karena di sana juga ditemukan titik panas bahkan jumlahnya jauh lebih banyak," katanya. (Antara)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014