Dokter spesialis mata Dr. dr. Gitalisa Andayani, Sp.M(K), dari Universitas Indonesia mengatakan sebanyak 43 persen pasien diabetes ini memiliki risiko untuk menderita diabetik retinopati, penyebab utama kebutaan pada populasi usia kerja, dan 26 persen diantaranya juga memiliki risiko kehilangan penglihatan.

Gitalisa dalam konferensi pers daring, Selasa, mengatakan pada penderita diabetes, terlalu banyak gula darah dapat merusak pembuluh darah kecil di dinding belakang bagian dalam mata (retina) atau bisa saja menyumbat pembuluh darah secara keseluruhan.

"DME (Diabetik Makular Edema) secara umum diakibatkan oleh keadaan hiperglikemia pada pembuluh darah retina yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama pada penderita retinopati diabetik," kata Gitalisa di webinar "World Sight Day 2022: Hindari, Cegah, dan Kontrol Komplikasi Mata pada Pasien Diabetes Melitus".

DME merupakan salah satu gangguan penglihatan berat yang kerap terjadi pada usia produktif (di bawah 50 tahun).

Pada akhirnya, DME mampu menyebabkan hilangnya produktivitas hingga pendapatan.

"Secara sosial pun, DME akan mempengaruhi hubungan dengan keluarga, komunitas, bahkan dengan masyarakat secara luas, sehingga tak jarang penderitanya mengalami stres,” ujar Gitalisa.

Gejala awal DME, jelas dia, biasanya diawali dengan penglihatan yang mulai kabur, lalu hilangnya warna kontras yang bisa dikenali mata, sampai akhirnya timbul titik buta.

“Maka, perlu kita pahami apa saja faktor risikonya. Beberapa faktor risiko DME seperti menderita Diabetes Melitus (DM) dalam waktu yang sudah panjang, memiliki riwayat hipertensi dan hiperkolesterol, obesitas, serta tidak mampu mengontrol gula darah,” katanya.

Dia menegaskan perlunya skrining DME, terutama untuk orang yang punya penyakit diabetes.

Pasien dengan diabetes melitus tipe 1 direkomendasikan untuk melakukan skrining 3-5 tahun setelah terdiagnosis diabetes melitus.

Sementara itu, penderita diabetes melitus tipe 2 perlu melakukan skrining segera setelah terdiagnosis DM, lalu kemudian dianjurkan untuk melakukan skrining ulang setiap tahun.

“Kemudian diagnosis DME ditegakkan setelah ditemukan adanya penurunan tajam penglihatan, gambaran khas pada makula dengan pemeriksaan funduskopi dan adanya penebalan makula yang disertai dengan ditemukannya gambaran penebalan makula pada Optical Coherence Tomography (OCT),” tambahnya.

Pasien diabetes melitus bisa mengalami perkembangan penyakit retina, mulai dari NPDR (Non-Prolifereative Diabetic Retinopathy) yang ringan hingga berat.

Kemudian, penyakit itu dapat berkembang menjadi PDR (Proliverative Diabetic Retinopathy) awal, risiko tinggi dan tingkat lanjut.

"Dalam setiap tahapan tersebut dapat berubah menjadi DME jika kelainan terjadi pada makula dan jika tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan kebutaan,” kata Gitalisa.

Sementara itu, dokter spesialis mata Dr. dr. Elvioza, Sp.M(K), dari Universitas Indonesia mengatakan perlu tatalaksana yang tepat untuk DME.

Elvioza menjelaskan penanganan terapi DME dapat difokuskan menjadi dua, yaitu kontrol faktor sistemik dan memberikan terapi okuler.


Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengenal penyakit Diabetik Makular Edema

Pewarta: Nanien Yuniar

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2022