Mukomuko (Antara) - Petani di Desa Lubuk Sanai, Kabupaten Mukomuko, meminta kejelasan hukum terhadap pelaku yang merusak tanaman kelapa sawitnya di wilayah perbatasan antara daerah itu dengan Provinsi Sumatera Barat 

"Jika jadi batas Bengkulu dengan Sumatera Barat telah ditetapkan dan lahan seluas 3.000 hektare  masuk Kabupaten Mukomuko, bagaimana dengan masalah tanaman kelapa sawit kami yang selama ini dirusak di lokasi tersebut," kata petani dari Desa Lubuk Sanai, Busri, di Mukomuko, Minggu.

Ia menyebutkan, sekitar 25 hektare lahan perkebunan kelapa sawit di wilayah perbatasan antara Provinsi Bengkulu dengan Provinsi Sumatera Barat yang tumpang tindih kepemilikannya.

Diduga karena tumpang tindih tersebut, sehingga tanaman kelapa sawit petani setempat yang ditanam di lokasi itu dicabut dan dibakar oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Selain itu, ia juga mempertanyakan penyelesaian permasalahan tumpang tindih kepemilihan lahan di lokasi tersebut.

Karena, katanya, setiap kali petani setempat menanam tanaman kelapa sawit di lahan tersebut, setelah itu dirusak dan diganti oleh pihak yang mengklaim lahan itu dengan tanaman lainnya.

Ia berharap, tidak hanya masalah batas wilayah saja yang diselesaikan tetapi juga kejelasan hukum pelaku yang merusak tanaman kelapa sawit dan kejelasan penyelesaian tumpang tindih kepemilihan lahan di lokasi tersebut.

Karena, menurutnya, meskipun telah ditetapkan batas wilayah dan lokasi itu masuk Provinsi Bengkulu, namun permasalahan status lahan tersebut akan terus berlanjut.

Untuk itu, ia berharap pemerintah dan aparat penegak hukum turun tangan menyelesaikan masalah petani tersebut.

Kepala Desa Lubuk Sanai, Kecamatan XIV Koto, Kabupaten Mukomuko, Idrus Andhika Putra menyatakan banyak warganya yang punya lahan diperbatasan.

Menurutnya, warganya mengalami kerugian cukup besar akibat tanaman kelapa sawit yang ditanami di perbatasan itu dirusak.

"Tanaman kelapa sawit tersebut dirusak di lahan seluas 25 hektare atau 120 batang tanaman kelapa sawit per hektare," ujarnya.

Ia menjelaskan, warga mengalami banyak kerugian besar karena dihitung mulai dari biaya pembelian bibit, biaya tanam, dan biaya pembelian pupuk.

Ia memperkirakan, tidak kurang dari ratusan juta rupiah kerugian yang dialami oleh warganya. ***1***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014