Jakarta (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi menjatuhkan sanksi pelarangan dibesuk kepada tahanan KPK mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar karena keduanya dinilai melanggar aturan di dalam rumah tahanan.
"Ada aturan yang kemudian bisa dilarang tahanan itu wajib mengikuti dan patut dan hormat dan taat kepada petugas, ini bagian yang tidak hormat menurut ka rutan. KPK tidak mengada-ada karena ini berdasarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis.
KPK sejak 13 November hingga 12 Desember memberikan sanksi larangan besuk kepada Anas dan Akil karena dinilai melakukan pelanggaran berat yaitu menulis surat yang mengandung pencemaran nama baik dan fitnah.
Surat tertanggal 23 Oktober 2014 itu pada intinya memprotes larangan kepada tahanan untuk membawa barang-barang kecuali perlengkapan mandi, cuci, perlengakapan ibadah, pakaian pribadi maksmal 6 pasang dan buku bacaan maksimal 5 eksemplar sejak 21 Oktober 2014, dan menyebut larangan itu sebagai bentuk penindasan intelektual dan pembodohan bahkan ketentuan ini lebih buruk dari pada pengelolaan tahanan pada zaman penjajahan Belanda dan awal revolusi kemerdekaan.
"Katanya penindasan intelektual dan bahkan lebih buruk dibanding zaman Belanda. Saya tunjukkan (saat inspeksi mendadak) bahkan koran pun ada (di sel tahanan), artinya mereka pun dapat akses. Tahanan KPK memprotes seperti ini padahal yang sebenarnya ditemukan di sel mereka, bahkan ada camilan, BAP sampai diselipkan juga uang," ungkap Johan.
Dalam sidak, ditemukan uang puluhan juta di dalam sel para tahanan dan di tempat-tempat yang tidak terduga seperti dalam ember di kamar mandi sebesar Rp25 juta, di dalam buku Dzikir sebesar Rp3,15 juta hingga di dalam rongga tiang plastik rak penyimpangan.
"Kami berusaha menghormati hak tahanan dan di sisi lain tahanan harus menghormati aturan yang ada, tentu tahanan bukan hotel, kalau mau di hotel jangan korupsi. Artinya keluhan para tahanan tidak bisa membaca saya tunjukkan itu tidak benar," tegas Johan.
Ada empat orang tahanan lain yang ikut menandatangani surat protes tersebut, tapi keempatnya hanya diganjar pelanggaran sedang karena keempatnya beralasan tidak mengerti hukum sehingga mencabut protes mereka.
"Empat orang yang diberikan hukuman larangan dua minggu tidak ada besuk adalah Kwee Cahyadi Kumala, Gulat ME Manurung, Teddi Renyut dan Mamak Jamaksari. Teddy Renyut sendiri sudah dieksekusi ke Lapas Sukamiskin pada 6 November dan Mamak Jamaksari dipindah ke Lapas Serang per 11 November untuk memudahkan penyidikan," jelas Johan.
Berikut adalah petikan surat protes Anas, Akil dan keempat rekannya tersebut.
Jakarta, 23 Oktober 2014
perihal permasalahan di rutan KPK
Kepada Yth
Kepala rutan cabang KPK
di tempat
Dengan hormat
sesuai dengan pengumuman yang ditandatangani oleh Kepala Ruta cabang KPK tertangal 21 Oktober 2014 yang intinya adalah larangan kepada tahanan untuk membawa barang-barang, KECUALI perlengkapan mandi, perlengkapan cuci, perlengakapn ibadah, pakaian pribadi maksmal 6 pasang dan buku bacaan maksimal 5 eksemplar, serta perintah agar berkas perkara dan berkas-berkas lain yang terkait dengan perkara untuk dikeluarkan/ dititipkan kepada penasihat hukum, maka kami para tahanan menyampaikan kebertan berkenaan dengan hal tersebut sebagai berikut:
1. Ketentuan yang diumumkan tersebut tidak menghargai dan bahkan bertentangan dengan hak-hak tahanan, baik menurut UU permasyarakatan, KUHAP maupun peraturan2 lainnya.
2. Larangan membawa buku bacaan, kecuali 5 eksemplar adalah bentuk penindasan intelektual dan pembodohan bahkan ketentuan ini lebih buruk dari pada pengelolaan tahanan pada zaman penjajahan Belanda dan awal revolusi kemerdekaan serta bertetangan dengan kebebasan dan hak warga negara untuk memperoleh informasi sesuai dengan UUD 1945.
3. Perintah agar berkas perkara dan berkas lain yang berkaitan dengan perkara dikeluarkan dan dititipkan kepada penasihat hukum, serta hanya bisa dibawa dan dibaca bersama penasihat hukum pada kunjungan sesuai jam kerja adalah perlakuan yang tidak adil dan melanggar hak para tahanan untuk mempersiapkan diri dengan baik dalam menghadapi proses penyidikan, penuntutan dan persidangan, menetapkan pembelaan, serta membuat memori banding maupun kasasi sesuai dengan KUHAP.
4. Buku, alat tulis, kursi, berkas perkara dan berkas-berkas lain yang terkait adalah bahan yang sangat penting bagi para tahanan untuk menulis pembelaan, memori banding/memori kasasi guna mencari keadilan. Menghalangi tersedianya hal-hal tersebut secara memadai adalah tindakan yang nyata-nyata melawan keadilan dan HAM.
5. Karena itulah, aturan dan ketentuan untuk para tahanan yang di-ada2kan dan ditambah-tambahkan tersebut agar segera dibatalkan. Segala ketentuan yang berlaku seharusnya disesuaikan dengan UU dan peraturan lain yang berlaku di rutan pada umumnya.
6. Selama hal tersebut di atas, tindakan-tindakan yang berlebihan seperti larangan dikunjungi keluarga dalam waktu yang lama (berbulan-bulan), larangan berolahraga, larangan memasukkan koran, tidak tersedianya siaran televisi umum, termasuk tidak adanya respon yang cepat terhadap tahanan yang sakit darurat (emergency) dan aturan yang melarangn keluarga mengirim makanan secara memadai, untuk segera dikoreksi.
Demikian surat ini kami sampaikan untuk menjadi perhatian sepenuhnya oleh saudara, Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih
Hormat kami
1. M Akil Mochtar
2. Anas Urbaningrum
3. Kwee Cahyadi Kumala
4. Gulat ME Manurung
5. Teddy Renyut
6. Mamak Jamaksari
Tembusan kepada Yth
1. Pimpinan KPK
2. Komisi II DPR RI
3. Menteri Hukum dan HAM RI
4. Komnas HAM RI
5. Komisi Ombudsman Nasional
6. Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham
7. Kakanwil Hukum dan HAM DKI Jakart
8. Kalapas Kelas I Cipinang Jakarta Timur
***1***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2014