Mataram (ANTARA Bengkulu) - Isu perdagangan organ tubuh manusia dari para tenaga kerja Indonesia yang tengah mengadu nasib di luar negeri, kini ramai mewarnai obrolan warga yang nongkrong di warung-warung kopi atau pasar tradisional di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Dari obrolan yang semakin "ngalor ngidul" itu, terbersit dugaan bahwa aksi "pembongkaran" jenazah tenaga kerja Indonesia (TKI) telah berlangsung cukup lama di luar negeri, terutama bagi mereka yang bekerja di Malaysia.
"Aksi itu nampaknya sudah cukup lama berlangsung, namun baru kali ini ramai dibicarakan di media massa," ujar seorang pria yang nongkrong sambil minum kopi di persimpangan Jalan Majapahit-Singosari Mataram, Rabu pagi.
Dugaan tersebut mereka kaitkan dengan sejumlah peristiwa kematian TKI di luar negeri yang terjadi sebelumnya. Dikatakan, setiap jenazah TKI asal Lombok yang dikirim dari luar negeri, selalu sudah dalam keadaan terbalut kain kafan serta dalam peti yang tak mungkin dibongkar lagi.
Bercermin dari kenyataan itu, banyak pihak menduga bahwa kasus "pembongkaran" jenazah TKI untuk diambil organ tubuhnya kemudian diperdagangkan, telah cukup lama menimpa tenaga kerja asal Lombok dan beberapa daerah lain di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
"Kami tidak tahu apakah jenazah yang dikirim dari luar negeri itu masih utuh atau tidak, karena umumnya sudah terbungkus kain kafan dan berada dalam peti mati," ujar H Solihin, tokoh masyarakat di Kota Mataram.
Pengasuh pada sebuah pondok pesantren di Mataram itu mendesak aparat kepolisian untuk mampu mengungkap tuntas dugaan adanya perdagangan organ tubuh TKI yang bekerja di luar negeri.
Ramainya obrolan di warung-warung kopi di Kota Mataram tersebut, terjadi setelah media massa cukup gencar memberitakan tentang adanya dugaan telah terjadi perdagangan organ tubuh tiga orang TKI asal Lombok Timur yang tewas saat berkerja di Malaysia.
Tiga TKI yang dikabarkan tewas tertembak, bagian tubuhnya diketahui tidak lagi utuh, yakni penuh dengan bekas jahitan. Terkait ini, pihak keluarga korban datang mengaku ke Markas Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, meminta agar jenazah ketiga korban segera diotopsi.
Menyikapi permintaan tersebut, Polda NTB mengaku tidak keberatan untuk melakukan otopsi atas tiga jenazah yang tewas tertembak di Negeri Sembilan, Malaysia, 22 Maret 2012, namun masih harus menunggu petunjuk lebih lanjut dari Mabes Polri.
"Ini masalah internasional, atau lintas negara. Makanya kami masih harus menunggu petunjuk Mabes Polri soal otopsi itu," kata Kabid Humas Polda NTB AKBP Sukarman Husein.
Para prinsipnya, kata Sukarman, Polda NTB siap melakukan otopsi ketiga jenazah TKI asal Lombok Timur tersebut, karena sudah ada permohonan dari sanak keluarganya.
Namun, lanjut dia, jadwal otopsi masih harus dikoordinasikan dengan Mabes Polri agar langkah penanganan TKI korban tewas tertembak itu sejalan dengan upaya pihak terkait di tingkat pusat.
Ia pun yakin bahwa pelaksanaan otopsi akan segera terealisasi, karena Mabes Polri dan pihak terkait di Jakarta tengah mengkoordinasikan penanganan hukum atas ketiga jenazah TKI asal Lombok Timur itu.
Ketiga TKI yang diduga menjadi korban aksi perdagangan organ tubuh manusia itu, Mad Noor (28), warga Desa Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, serta Herman (34) dan keponakannya Abdul Kadir Jaelani (25), warga Dusun Pancor Kopong, Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur.
Otopsi itu diperlukan untuk menjawab kejanggalan kondisi jasad ketiga TKI, sekaligus memperjelas penyebab kematiannya.
Sanak keluarga ketiga TKI menduga ada indikasi praktik jual beli organ tubuh, karena adanya jahitan pada kedua mata, di dada dan perut korban. Mata dan organ dalam jasad itu diduga telah diambil.
Dugaan tersebut merujuk pada penuturan Hirman, kakak dari Abdul Kadir Jaelani, yang melihat langsung kondisi jasad ketika TKI korban penembakan itu. Hirman mengaku melihat kondisi ketiga jasad sebelum dikafani dan dimasukkan ke dalam kotak, saat berada di Rumah Sakit Port Dickson Malaysia.
Usai dimasukkan ke dalam peti mati yang tertutup rapat, ketiga jenazah kemudian diterbangkan ke Indonesia, selanjutnya menuju rumah duka di Lombok Timur, dan tiba pada 5 April lalu.
Ketiga korban yang selama ini tercatat bekerja sebagai buruh bangunan di Negeri Sembilan, Malaysia itu, keesokan harinya langsung dimakamkan di pekuburan keluarga Dusun Pancor Kopong.
Selain Hirman, saksi mata lainnya dari kalangan TKI yang ikut mengkafani ketiga jenazah , tercatat atas nama Misbah, Wildan dan Sahabuddin. Mereka bersama petugas rumah sakit, yang mengkafani ketiga jenazah itu.
Dari penuturan para saksi, terungkap bahwa sebelum dikafani jasad ketiga TKI itu sudah dijahit pada kedua matanya, juga terdapat jahitan yang melintang pada bagian dada, yakni dari dada dekat lengan kiri ke dada dekat lengan kanan.
Pada bagian tengah perut ada jahitan vertikal dari dada hingga perut bagian bawah pusar. Jahitan melintang juga terlihat di perut sebelah kanan hingga bagian kiri.
Berdasarkan keterangan saksi itu, diduga kuat organ tubuh bagian dalam ketika korban sudah sudah diambil pihak tertentu di Malaysia, namun hal itu harus dibuktikan dengan otopsi.
Direktur Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB dr H Mawardi Hamri, mengaku telah diperintahkan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, untuk mengawal proses otopsi ketiga jenazah TKI tersebut.
"Pak gubernur sudah perintahkan saya untuk kawal, dan memang otopsi harus dilakukan untuk memperjelas penyebab kematian mereka. Apalagi dilaporkan ada banyak jahitan di bagian dada dan perut, yang mencurigakan," ujarnya.
Mawardi memastikan keterlambatan otopsi tidak menghilangkan penyebab kematian ketiga TKI NTB itu. Terlebih, kata dia, ketiga jenazah baru dikubur sekitar dua pekan, lengkap dengan peti mati yang dibawa dari Malaysia.
Dari aspek medis, Mawardi meyakini kondisi ketiga jenazah masih utuh, sehingga masih bisa dilihat menyangkut kelengkapan susunan organ tubuh di bagian dalamnya.
"Ada ilmunya, kita masih bisa lihat organ tubuh bagian dalam. Memang dari ilmu kedokteran, jahitan di dada dan perut itu mencurigakan, sehingga patut dilakukan otopsi," ujarnya.
Banyak pihak mengharapkan tindakan otopsi yang akan dilakukan petugas mampu mengungkap kondisi yang sebenarnya atas jenazah ketiga TKI yang pulang tinggal nama dari tempatnya mengadu nasib di negeri orang. (T.P004/M009)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
Dari obrolan yang semakin "ngalor ngidul" itu, terbersit dugaan bahwa aksi "pembongkaran" jenazah tenaga kerja Indonesia (TKI) telah berlangsung cukup lama di luar negeri, terutama bagi mereka yang bekerja di Malaysia.
"Aksi itu nampaknya sudah cukup lama berlangsung, namun baru kali ini ramai dibicarakan di media massa," ujar seorang pria yang nongkrong sambil minum kopi di persimpangan Jalan Majapahit-Singosari Mataram, Rabu pagi.
Dugaan tersebut mereka kaitkan dengan sejumlah peristiwa kematian TKI di luar negeri yang terjadi sebelumnya. Dikatakan, setiap jenazah TKI asal Lombok yang dikirim dari luar negeri, selalu sudah dalam keadaan terbalut kain kafan serta dalam peti yang tak mungkin dibongkar lagi.
Bercermin dari kenyataan itu, banyak pihak menduga bahwa kasus "pembongkaran" jenazah TKI untuk diambil organ tubuhnya kemudian diperdagangkan, telah cukup lama menimpa tenaga kerja asal Lombok dan beberapa daerah lain di Provinsi Nusa Tenggara Barat.
"Kami tidak tahu apakah jenazah yang dikirim dari luar negeri itu masih utuh atau tidak, karena umumnya sudah terbungkus kain kafan dan berada dalam peti mati," ujar H Solihin, tokoh masyarakat di Kota Mataram.
Pengasuh pada sebuah pondok pesantren di Mataram itu mendesak aparat kepolisian untuk mampu mengungkap tuntas dugaan adanya perdagangan organ tubuh TKI yang bekerja di luar negeri.
Ramainya obrolan di warung-warung kopi di Kota Mataram tersebut, terjadi setelah media massa cukup gencar memberitakan tentang adanya dugaan telah terjadi perdagangan organ tubuh tiga orang TKI asal Lombok Timur yang tewas saat berkerja di Malaysia.
Tiga TKI yang dikabarkan tewas tertembak, bagian tubuhnya diketahui tidak lagi utuh, yakni penuh dengan bekas jahitan. Terkait ini, pihak keluarga korban datang mengaku ke Markas Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, meminta agar jenazah ketiga korban segera diotopsi.
Menyikapi permintaan tersebut, Polda NTB mengaku tidak keberatan untuk melakukan otopsi atas tiga jenazah yang tewas tertembak di Negeri Sembilan, Malaysia, 22 Maret 2012, namun masih harus menunggu petunjuk lebih lanjut dari Mabes Polri.
"Ini masalah internasional, atau lintas negara. Makanya kami masih harus menunggu petunjuk Mabes Polri soal otopsi itu," kata Kabid Humas Polda NTB AKBP Sukarman Husein.
Para prinsipnya, kata Sukarman, Polda NTB siap melakukan otopsi ketiga jenazah TKI asal Lombok Timur tersebut, karena sudah ada permohonan dari sanak keluarganya.
Namun, lanjut dia, jadwal otopsi masih harus dikoordinasikan dengan Mabes Polri agar langkah penanganan TKI korban tewas tertembak itu sejalan dengan upaya pihak terkait di tingkat pusat.
Ia pun yakin bahwa pelaksanaan otopsi akan segera terealisasi, karena Mabes Polri dan pihak terkait di Jakarta tengah mengkoordinasikan penanganan hukum atas ketiga jenazah TKI asal Lombok Timur itu.
Ketiga TKI yang diduga menjadi korban aksi perdagangan organ tubuh manusia itu, Mad Noor (28), warga Desa Pengadangan, Kecamatan Pringgasela, serta Herman (34) dan keponakannya Abdul Kadir Jaelani (25), warga Dusun Pancor Kopong, Desa Pringgasela Selatan, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur.
Otopsi itu diperlukan untuk menjawab kejanggalan kondisi jasad ketiga TKI, sekaligus memperjelas penyebab kematiannya.
Sanak keluarga ketiga TKI menduga ada indikasi praktik jual beli organ tubuh, karena adanya jahitan pada kedua mata, di dada dan perut korban. Mata dan organ dalam jasad itu diduga telah diambil.
Dugaan tersebut merujuk pada penuturan Hirman, kakak dari Abdul Kadir Jaelani, yang melihat langsung kondisi jasad ketika TKI korban penembakan itu. Hirman mengaku melihat kondisi ketiga jasad sebelum dikafani dan dimasukkan ke dalam kotak, saat berada di Rumah Sakit Port Dickson Malaysia.
Usai dimasukkan ke dalam peti mati yang tertutup rapat, ketiga jenazah kemudian diterbangkan ke Indonesia, selanjutnya menuju rumah duka di Lombok Timur, dan tiba pada 5 April lalu.
Ketiga korban yang selama ini tercatat bekerja sebagai buruh bangunan di Negeri Sembilan, Malaysia itu, keesokan harinya langsung dimakamkan di pekuburan keluarga Dusun Pancor Kopong.
Selain Hirman, saksi mata lainnya dari kalangan TKI yang ikut mengkafani ketiga jenazah , tercatat atas nama Misbah, Wildan dan Sahabuddin. Mereka bersama petugas rumah sakit, yang mengkafani ketiga jenazah itu.
Dari penuturan para saksi, terungkap bahwa sebelum dikafani jasad ketiga TKI itu sudah dijahit pada kedua matanya, juga terdapat jahitan yang melintang pada bagian dada, yakni dari dada dekat lengan kiri ke dada dekat lengan kanan.
Pada bagian tengah perut ada jahitan vertikal dari dada hingga perut bagian bawah pusar. Jahitan melintang juga terlihat di perut sebelah kanan hingga bagian kiri.
Berdasarkan keterangan saksi itu, diduga kuat organ tubuh bagian dalam ketika korban sudah sudah diambil pihak tertentu di Malaysia, namun hal itu harus dibuktikan dengan otopsi.
Direktur Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) NTB dr H Mawardi Hamri, mengaku telah diperintahkan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, untuk mengawal proses otopsi ketiga jenazah TKI tersebut.
"Pak gubernur sudah perintahkan saya untuk kawal, dan memang otopsi harus dilakukan untuk memperjelas penyebab kematian mereka. Apalagi dilaporkan ada banyak jahitan di bagian dada dan perut, yang mencurigakan," ujarnya.
Mawardi memastikan keterlambatan otopsi tidak menghilangkan penyebab kematian ketiga TKI NTB itu. Terlebih, kata dia, ketiga jenazah baru dikubur sekitar dua pekan, lengkap dengan peti mati yang dibawa dari Malaysia.
Dari aspek medis, Mawardi meyakini kondisi ketiga jenazah masih utuh, sehingga masih bisa dilihat menyangkut kelengkapan susunan organ tubuh di bagian dalamnya.
"Ada ilmunya, kita masih bisa lihat organ tubuh bagian dalam. Memang dari ilmu kedokteran, jahitan di dada dan perut itu mencurigakan, sehingga patut dilakukan otopsi," ujarnya.
Banyak pihak mengharapkan tindakan otopsi yang akan dilakukan petugas mampu mengungkap kondisi yang sebenarnya atas jenazah ketiga TKI yang pulang tinggal nama dari tempatnya mengadu nasib di negeri orang. (T.P004/M009)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012