Beban kerja penyelenggara pemilu setiap tahapan Pemilihan Umum 2024 jangan sampai mengorbankan jiwa, apalagi pada tahun yang sama juga ada perhelatan akbar demokrasi untuk menentukan kepala daerah di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota.

Ritme kerja perlu selaras dengan kemampuan penyelenggara pemilu, terutama badan ad hoc, ketika menjalankan tugas dan fungsi dengan batas waktu tertentu.

Ditambah lagi, pada tahun 2024 tidak hanya pemilihan umum anggota legislatif (pileg) yang bersamaan dengan Pemilu Presiden/Wakil Presiden RI seperti Pemilu 2019, tetapi juga pilkada serentak.

Baca juga: Ganjar Pranowo siapkan tujuh strategi wujudkan Indonesia Emas

Di sinilah pentingnya mengatur kerangka waktu tahapan pemilu dan pilkada agar irisan tahapan tidak menimbulkan kelelahan, apalagi sampai berakibat gangguan kesehatan penyelenggara pemilu yang berujung kehilangan nyawa.

Jangan sampai penyelenggaraan pemilu pada hari Rabu, 14 Februari 2024 menimbulkan korban jiwa seperti pelaksanaan Pemilu 2019. Tercatat 894 petugas tempat pemungutan suara (TPS) meninggal dunia dan 5.175 orang mengalami sakit.

Pada hari Rabu, 17 April 2019, ketua dan anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di 809.497 TPS se-Indonesia menghitung lima jenis surat suara setelah pemilih menggunakan hak pilih pada Pemilu 2019.

Satu per satu mereka membuka surat suara warna abu-abu ukuran 22 cm x 31 cm. Setelah menghitung surat suara Pemilu Presiden/Wakil Presiden, KPPS (petugas di TPS) memasukkan kembali surat suara berbentuk lembaran empat persegi panjang itu ke dalam kotak suara kardus, lalu mengunci kotak tersebut.

Baca juga: Ternyata Ganjar disukai pemilih perempuan, kenapa?

Anggota KPPS lantas membuka kota suara lain berisi surat suara berwarna kuning ukuran 51 cm x 82 cm, kemudian menghitung perolehan suara calon anggota DPR RI dari 16 partai politik peserta Pemilu 2019.

Setelah selesai, mereka menghitung surat suara warna merah (Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI), kemudian menghitung surat suara warna biru (pemilu anggota DPRD provinsi), lalu menghitung surat suara warna hijau (pemilu anggota DPRD kabupaten/kota).

Selain menghitung surat suara sah pada Pemilu Presiden/Wakil Presiden maupun pileg, KPPS juga mencatat surat suara tidak sah, surat suara tidak digunakan/tidak terpakai termasuk sisa surat suara cadangan, dan surat suara yang rusak dan/atau keliru dicoblos. Penghitungan lima jenis surat suara itu hingga tengah malam.


Jadi pertimbangan

Dalam draf Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (RPKPU) tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum, hasil evaluasi pada Pemilu 2019 menjadi pertimbangan dalam rangka penyempurnaan terhadap ketentuan dan tata cara pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilu.


Dalam Pasal 45 disebutkan bahwa penghitungan suara dapat dilakukan dengan metode dua panel, yaitu: panel A mencakup Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dan Pemilu Anggota DPD; dan panel B mencakup Pemilu Anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

Dalam ketentuan RPKPU itu, penghitungan suara dengan metode dua panel dapat dilaksanakan jika memenuhi kriteria sebagai berikut: sarana dan prasarana yang tersedia memadai; disetujui oleh KPPS, saksi, dan pengawas TPS yang hadir; dan lokasi TPS cukup memadai untuk dilaksanakan penghitungan suara dengan metode dua panel.

Diatur pula dalam RPKPU bahwa komposisi petugas KPPS pada setiap panel yaitu: panel A terdiri atas ketua KPPS dan dua anggota KPPS lainnya; dan panel B terdiri atas empat anggota KPPS lain yang tidak bertugas pada panel A.

Baca juga: PKS restui duet Anies-Muhaimin maju Pilpres 2024

Dengan adanya pembagian tugas di antara anggota KPPS, penghitungan perolehan suara kontestan Pemilu 2024 diharapkan lebih cepat dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan anggota badan ad hoc penyelenggara pemilu itu.

Di lain pihak, diatur pula dalam PKPU Nomor 7 Tahun 2022 bahwa setiap TPS maksimal 300 orang meskipun dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) Pasal 350 disebutkan bahwa pemilih untuk setiap TPS paling banyak 500 orang.

Kendati demikian, dalam PKPU tentang Penyusunan Daftar Pemilih dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Sistem Informasi Data Pemilih, ada ketentuan dalam pembagian jumlah pemilih memperhatikan, antara lain, kemudahan pemilih ke TPS dan tidak menggabungkan kelurahan/desa atau sebutan lain.

Baca juga: Cak Imin berharap PKS terima dirinya jadi bacawapres Anies Baswedan

Di samping itu, tidak memisahkan pemilih dalam satu keluarga pada TPS yang berbeda, aspek geografis setempat, dan jarak dan waktu tempuh menuju TPS dengan memperhatikan tenggang waktu pemungutan suara.

Setidaknya dengan ketentuan paling banyak 300 orang, tidak menambah beban kerja KPPS ketimbang setiap TPS maksimal 500 pemilih.

Dalam sejarah kepemiluan, kesehatan penyelenggara pemilu dan pemilih lebih diutamakan. Misalnya, pada masa pandemi Corona Virus Disease 2019, Presiden RI Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2020. Perpu ini kemudian ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2020.


Dengan demikian, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) telah mengalami perubahan berkali-kali terakhir dengan UU No. 6 Tahun 2020.

Pertimbangan Presiden mengeluarkan Perpu No. 2 Tahun 2020, antara lain, penyebaran Covid-19 yang telah dinyatakan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) yang terjadi di sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, telah menimbulkan banyak korban jiwa dan menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu serta telah ditetapkan sebagai bencana nasional.

Baca juga: Demokrat dukung Prabowo maju calon Presiden RI pada Pilpres 2024

Baca juga: Gerindra: Prabowo berkomitmen perjuangkan disabilitas dan UMKM

Pertimbangan lain, dalam rangka penanggulangan penyebaran Covid-19 sebagai bencana nasional perlu diambil kebijakan dan langkah-langkah luar biasa, baik di tingkat pusat maupun daerah, termasuk perlunya dilakukan penundaan tahapan pelaksanaan pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota serentak pada tahun 2020 agar pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota tetap dapat berlangsung secara demokratis dan berkualitas serta untuk menjaga stabilitas politik dalam negeri.

Keberadaan UU No. 6/2020 menunjukkan bahwa Pemerintah peduli akan kesehatan pemangku kepentingan kepemiluan, baik penyelenggara pemilu maupun pemilih, dalam pelaksanaan pilkada serentak di 270 daerah pada hari Rabu, 9 Desember 2020.

Begitu pula dalam pelaksanaan Pemilu 2024, regulasi kepemiluan yang mengatur pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilu juga memperhatikan pula beban kerja badan ad hoc penyelenggara pemilu pada hari-H pencoblosan, 14 Februari mendatang.


Update Berita Antara Bengkulu Lainnya di Google News

Pewarta: D.Dj. Kliwantoro

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023