Bank Indonesia menyebutkan Provinsi Bengkulu perlu mengembangkan hilirisasi industri untuk produk gabah guna meningkatkan perekonomian daerah.
 
"Bengkulu memiliki daerah sentra penghasil gabah, seperti Mukomuko, Bengkulu Selatan, Seluma, Lebong dan Rejang Lebong, dan Pemprov Bengkulu mencatat surplus gabah. Tapi ketika ditanya asal beras yang dijual pedagang, itu berasal dari Lampung," kata dia.
 
Gabah yang dihasilkan Bengkulu ternyata dijual ke provinsi tetangga, Provinsi Lampung dan Sumatera Barat, dan produk beras dari provinsi tetangga tersebut dibeli oleh Bengkulu.
 
Kondisi tersebut, kata dia, tentunya membuat harga beras di Bengkulu jauh lebih tinggi, karena komoditas beras yang didatangkan dari Lampung atau Sumatera Barat membutuhkan tambahan biaya distribusi.
 
Berbeda kalau Bengkulu memiliki industri hilirisasi gabah, hilirisasi tersebut akan membuat biaya produksi beras lebih efisien dan juga akan lebih terjangkau dibanding mendatangkan beras dari provinsi lain yang membutuhkan ongkos tambahan untuk distribusi.
 
Dengan pengolahan lokal, kata dia juga akan mendorong pertumbuhan UMKM baru lainnya, mendorong sektor ekonomi lain yang berkaitan dengan pengolahan atau produk gabah, seperti untuk usaha pertanian dan peternakan.
 
Sisa pengolahan padi berupa sekam bisa dimanfaatkan menjadi bahan kompos serta membuat media tanam, sementara dedak tentu bermanfaat sebagai pakan ternak.
 
Hal lain yang ikut terdongkrak dengan hilirisasi produk padi, seperti bisnis industri, pupuk, UMKM pembuatan kemasan beras hasil produksi, transportasi logistik maupun pergudangan.
 
"Dengan hilirisasi itu diharapkan akan memberikan nilai tambah terhadap PDRB Provinsi Bengkulu. Hal itu tentu juga dapat memperkuat ekonomi lokal dalam mencapai pertumbuhan ekonomi daerah yang berkelanjutan," ujar Darjana.

Pewarta: Boyke Ledy Watra

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023