Rumah-rumah geribik yang terbuat dari anyaman bambu di Pulau Enggano, Provinsi Bengkulu, tetap berdiri kokoh tanpa kerusakan meski gempa berkekuatan 7,9 magnitudo atau setara 7,3 skala richter mengguncang wilayah itu pada 4 Juni 2000, pukul 22.28 WIB.

Sebanyak 75 persen dari total rumah yang berdiri di atas pulau seluas 397 kilometer persegi itu hancur karena terbuat dari material koral, pasir, dan semen. Itu adalah rumah-rumah permanen yang memang tidak didesain tahan gempa.

Baca juga: Satu tahun Tragedi Kanjuruhan
 
Pusat gempa yang terletak di perairan Pulau Enggano dengan kedalaman sekitar 10 kilometer di bawah permukaan turut mengantarkan guncangan hingga ke daratan Pulau Sumatra.
 
Di seluruh Bengkulu tercatat 3.250 rumah roboh dan 12.990 rumah rusak berat akibat guncangan gempa tektonik dengan posisi pusat gempa terletak sekitar 10 kilometer di bawah permukaan.
 
Adapun rumah-rumah bambu masih tetap aman dihuni meski gempa susulan tak kalah kuat kembali mengguncang.
 
Bahkan gempa berkekuatan 8,5 magnitudo atau 7,9 skala richter yang terjadi di Bengkulu pada 12 September 2007, tak jua mampu menghancurkan rumah-rumah yang terbuat dari bambu.

Baca juga: Melawan kekerasan terhadap jurnalis perempuan
 
Ingatan tentang kejadian gempa Bumi besar selama 2 abad di Bengkulu, yaitu gempa berkekuatan 7-8 skala richter diikuti tsunami pada 1833, gempa 5-6 skala richter pada 1871, gempa 7 skala richter tahun 1914, gempa 7-8 skala richter pada 1933, gempa 6 skala richter pada 1938, gempa 7 skala richter pada 1979 hingga gempa besar tahun 2000 dan 2007 telah membangun budaya masyarakat lokal tentang konstruksi bangunan yang kokoh.
 
Substitusi kayu
 
Bambu merupakan salah satu produk hasil hutan bukan kayu atau HHBK Indonesia, namun pemanfaatannya masih terbatas bersumber dari lahan-lahan milik masyarakat. Bambu adalah tanaman cepat tumbuh dan multiguna.
 
Periset Ekologi dan Etnobiologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wawan Sujarwo sempat menyatakan bahwa penyusunan hutan di Indonesia setiap tahun terus mengalami peningkatan. Kondisi itu membuat jenis dan jumlah kayu yang hilang semakin pesat.

Jenis-jenis kayu butuh umur panjang untuk bisa dipanen lebih dari 25 tahun dan termasuk jenis berkembang cepat kisaran 10-15 tahun, sedangkan bambu sudah bisa dipanen dalam usia kurang dari 10 tahun.

Baca juga: Melestarikan tulisan tangan saat teknologi menawarkan kemudahan
 
Bambu yang mempunyai tipe pertumbuhan rumpun membuat tanaman itu cukup ditanam sekali dan bisa dipanen berkali-kali tanpa harus menghilangkan seluruh tegakan rumpunnya.
 
Dari segi harga, bambu lebih murah ketimbang kayu dan memiliki kekuatan serta keawetan menyamai kayu bahkan besi dan beton sekalipun.
 
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bambu punya nilai HHBK yang lebih besar ketimbang kayu. Nilai HHBK bambu mencapai 90 persen, sedangkan kayu hanya menyumbang 10 persen dari produksi hasil kehutanan.
 
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan P.21/Menhut-II/2009 tentang Kriteria dan Indikator Penetapan HHBK Unggulan, bambu ditetapkan sebagai salah satu dari enam jenis HHBK unggulan nasional.
 
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka produksi bambu di Indonesia mencapai 66,92 juta batang pada tahun 2022. Indonesia memiliki 162 jenis bambu dari total 1.450 jenis bambu di seluruh dunia.

Baca juga: Mencari sosok cawapres alternatif perempuan di Pilpres 2024
 
Wilayah persebaran produksi bambu berada di Pulau Jawa mencapai 66,86 juta batang, Pulau Sumatra sebanyak 29.482 batang, dan Kepulauan Sunda Kecil sebanyak 30.872 batang.
 
Ketika kayu kian sulit dipakai untuk bahan baku konstruksi, maka bambu bisa menjadi substitusi kayu melalui produk bambu laminasi dengan menggabungkan beberapa bilah bambu menggunakan perekat organik.
 
Bambu yang cocok untuk bahan baku laminasi, yaitu bambu betung atau Dendrocalamus asper, bambu andong atau Gigantochloa pseudoarundinacea, bambu mayan atau Gigantochloa robusta, dan bambu wulung atau Gigantochloa antroviolacea.
 
Jenis perekat yang dipakai dalam membuat bambu laminasi adalah fenol formaldehida, polivinil asetat, tanin fenol formaldehida, tanin resorsinol formaldehida, urea formaldehida, isosianat, dan perekat dari ekstrak kayu merbau.
 
Bambu laminasi punya berbagai keuntungan mulai dari menghasilkan produk dengan berbagai dimensi atau ukuran seperti papan atau balok kayu, menyediakan corak penampilan yang berbeda dibanding kayu, komposisi lapisan dapat diatur sesuai dengan tujuan penggunaan, dan menghasilkan produk yang lebih fleksibel penggunaannya ketimbang bambu bulat.
 
Produk bambu laminasi banyak diaplikasikan pada hampir seluruh komponen bangunan tradisional, kecuali penutup atap. Selain untuk konstruksi bangunan, bambu laminasi juga dimanfaatkan sebagai perabot, parket lantai, plafon, kerajinan tangan, hingga bahan bakar biomassa.

Baca juga: Pilihan jalur skripsi dan nonskripsi sebagai karya ilmiah
 
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengembangkan bambu laminasi untuk mendukung kebijakan pembangunan dan pemeliharaan dalam mendukung kebijakan infrastruktur nasional.
 
Salah satu contoh penggunaan bambu laminasi bisa dilihat pada struktur rumah tradisional yang berlokasi di Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Kemudian, plafon yang menyelimuti atap Bandara Internasional Madrid di Spanyol juga menggunakan desain bambu laminasi.
 
Indonesia kini mempunyai program nasional menciptakan 1.000 desa bambu yang dimulai sejak tahun 2015 dan berakhir pada 2040. Gerakan 1.000 Desa Bambu yang diinisiasi oleh Yayasan Bambu Lingkungan Lestari tersebut merupakan suatu kerangka untuk mewujudkan industri bambu terintegrasi antara sektor hulu, tengah, dan hilir.
 
Pengembangan bambu yang dilakukan berbasis komunitas diharapkan bisa memberikan nilai tambah terhadap bambu melalui kemitraan antara kelompok usaha masyarakat dengan industri besar.
 
Gerakan itu merupakan upaya bersama para pemangku kepentingan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman bambu dalam pemenuhan bahan baku industri melalui peningkatan ekonomi rakyat sekaligus perbaikan kualitas lingkungan.

Baca juga: Menyusuri perdagangan antarnegara di perbatasan
Pengawas Yayasan Bambu Lingkungan Lestari Jajang Agus Sonjaya mengatakan ada dua syarat dari desa bambu, yaitu punya hutan bambu dan mampu melakukan pengelolaan bambu secara lestari.
 
"Misalnya dusun bambu sebagai tempat wisata, kalau ada hutan bambu dan ada komitmen mengelola bambu secara lestari itu masuk kategori desa bambu," ujarnya dalam acara dialog bertajuk membedah metode hutan bambu lestari melalui riset aksi partisipasi pada September lalu.
 
Apabila semua orang menanam bambu dan menciptakan ekosistem hutan bambu yang lestari, maka semua orang punya kontribusi terhadap konservasi air, tanah hingga karbon.
 

Tanaman konservasi

Bambu adalah salah satu tumbuhan konservasi tanah dan air. Bulu-bulu akar yang banyak mampu menyerap air dan menyimpannya, serta jumlah daun yang juga banyak bisa menyuburkan tanah dan menyimpan air hujan lebih banyak.
 
Riset yang dilakukan oleh BRIN di Kebun Raya Bali tentang bambu yang berumur 5 tahun menghasilkan batang sebanyak 15-20 rumpun dengan diameter batang mencapai 10 sentimeter, tinggi pohon rata-rata 15 meter, jumlah daun rata-rata 200 lembar per batang, jumlah akar ada 200 helai, panjang akar rata-rata 9 meter, dan diameter akar rata-rata 2 milimeter.
 
Satu rumpun bambu berumur 5 tahun dengan spesifikasi seperti itu mampu menyimpan 391,22 meter kubik air dengan rincian 360 meter kubik air di dalam akar, sebanyak 1,22 meter kubik air di dalam daun, dan 30 meter kubik air di dalam batang.

Baca juga: Pulau Enggano berdandan menjadi kekuatan baru ekonomi daerah
 
Kemampuan menyerap air yang banyak itulah membuat bambu sering dijumpai di tepi-tepi sungai atau tepi jurang. Sistem perakaran yang kuat tidak hanya untuk menangkap air, tetapi juga mengendalikan limpahan air permukaan yang dapat menahan erosi pada tanah.
 
Kepala Badan Standardisasi Instrumen LHK Ary Sudijanto mengatakan isu perubahan iklim yang kian santer menjadi topik obrolan dunia membuat pemanfaatan bambu sebagai sumber daya alam terbarukan kian meningkat.
 
"Hal ini didukung dengan munculnya kesadaran gaya hidup ramah lingkungan, pembangunan hijau, serta ekonomi sirkular," ujarnya.

Baca juga: Menyingkap romantisme semu para pemuja kepada idola
 
Ary menuturkan ada berbagai pemanfaatan bambu yang dapat menghasilkan ribuan produk bambu yang memiliki nilai ekonomis dan tetap merawat lingkungan dengan nilai ekologis yang tinggi.

Terdapat dua kelompok besar pemanfaatan bambu, yaitu pemanfaatan bambu untuk komoditas produk dan pemanfaatan bambu untuk peran ekologis serta jasa lingkungan.
 
Ekosistem hutan bambu mempunyai fungsi yang sangat tinggi untuk memperbaiki tata air. Itulah kenapa banyak bambu tumbuh di sungai ataupun danau karena peran secara ekologis.

Pewarta: Sugiharto Purnama

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023