Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Penjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat Lalu Gita Ariandi soal penerbitan izin kepada salah satu perusahaan yang menjadi peserta lelang pengadaan di Pemerintah Kota Bima.

"Saksi Pj. Gubernur Nusa Tenggara Barat Lalu Gita Ariandi hadir dan didalami pengetahuannya, antara lain terkait penerbitan izin salah satu perusahaan yang mengikuti lelang pengadaan barang dan jasa di Pemkot Bima," kata Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Ali menerangkan Gita Ariandi diperiksa karena penerbitan izin usaha perusahaan tersebut disetujui oleh yang bersangkutan semasa menjabat sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Pemerintah Provinsi NTB.

"Penerbitan izin tersebut disetujui saksi dalam jabatannya saat itu sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi NTB," ujarnya.

Pemeriksaan terhadap Gita Ariandi merupakan bagian dari pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Bima dengan tersangka Wali Kota Bima periode 2018–2023 Muhammad Lutfi (MLI).

Sebelumnya, pada 5 Oktober 2023, KPK menahan Muhammad Lutfi setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Kasus yang menjerat Lutfi berawal pada sekitar tahun 2019. Saat itu Lutfi bersama dengan salah satu anggota keluarga intinya mulai mengondisikan proyek-proyek yang akan dikerjakan oleh Pemerintah Kota Bima.

Lutfi kemudian meminta dokumen berbagai proyek yang ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkot Bima.

Dengan memanfaatkan jabatannya, Lutfi kemudian memerintahkan beberapa pejabat di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk membuat berbagai proyek yang memiliki nilai anggaran besar dan proses penyusunannya dilakukan di rumah dinas jabatan Wali Kota Bima.

Nilai proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk Tahun Anggaran 2019-2020 mencapai puluhan miliar rupiah.

Lutfi kemudian secara sepihak langsung menentukan para kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek-proyek dimaksud.

Proses lelang tetap berjalan akan tetapi hanya sebagai formalitas semata, dan faktanya para pemenang lelang tidak memenuhi kualifikasi persyaratan sebagaimana ketentuan.

Atas pengondisian tersebut, Lutfi menerima setoran uang Rp8,6 miliar dari para kontraktor yang dimenangkan.

Salah satu proyek yang terlibat dalam perkara tersebut antara lain proyek pelebaran jalan Nungga Toloweri serta pengadaan listrik dan penerangan jalan umum di perumahan Oi'Foo.

Teknis penyetoran uang kepada Lutfi dilakukan melalui transfer rekening bank atas nama orang-orang kepercayaan Lutfi, termasuk anggota keluarganya

Penyidik KPK juga menemukan dugaan penerimaan gratifikasi dalam bentuk uang oleh Lutfi, dari sejumlah pihak, dan tim penyidik KPK akan terus melakukan pendalaman lebih lanjut.

Atas perbuatannya, yang bersangkutan dijerat dengan Pasal 12 huruf (i) dan atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2023