Sawah Lubuk Bangko di Kabupaten Mukomuko memiliki nilai sejarah turun temurun bagi warga namun tergerus banjir sampai perlahan mulai beralih fungsi bahkan sebagian terbengkalai tidak untuk menanam padi. Para pemilik sawah juga enggan menjual lahannya meski dihargai ratusan juta rupiah karena sejumlah alasan.

Area pertanian yang terletak Sungai Lubuk Bangko di Kecamatan Selagan Raya, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, juga menjadi tempat rekreasi warga dari dan luar wilayah itu.

Berikut ini fakta-fakta terkait sawah Lubuk Bangko:

1. Terbengkalai karena banjir

Banjir dari luapan Sungai Lubuk Bangko sekitar tahun 2016 merusak sebagian besar bendung semi-teknis yang berfungsi untuk menyalurkan air sungai ke petak-petak sawah petani di Desa Pondok Baru, Kecamatan Selagan Raya.

Sekitar 120 hektare sawah warga di Desa Pondok Baru yang mengandalkan sumber pengairan itu kini terbengkalai tidak menjadi lahan tanam padi akibat tidak mendapatkan air irigasi tersebut.

Intake tersebut terkena banjir yang melanda lokasi tersebut sejak enam tahun terakhir dan belum ada perbaikan. Padahal tanaman padi memerlukan suplai air terus menerus tanpa putus agar dapat memberi hasil panen yang proporsional.

Baca juga: Mukomuko gencarkan perlindungan lahan cegah alihfungsi ke sawit
Baca juga: Sekitar 50 persen sawah di Mukomuko jadi kebun sawit

2. Bernilai sejarah tetapi jadi lahan sawit

Seiring berjalannya waktu, 60 hektar dari 120 hektare sawah itu beralih menjadi lahan sawit. Sawah itu dialihfungsikan karena penantian irigasi tidak ada kejelasan hingga mereka mulai menanam kelapa sawit daripada lahan tidak menghasilkan mata pencaharian.
 
Ilustrasi banjir.  ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/YU

Sejatinya, masyarakat enggan menanam sawit, bahkan palawija, karena menanam padi tidak hanya menjadi kebutuhan tetapi juga warisan leluhur yang harus dijaga dan dipertahankan keberadaannya.

Bahkan, lahan sawah di desa yang menjadi penyangga Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) ini tidak bisa dihargai dengan uang sebesar apa pun. Warga desa ini tidak mau menjual sawahnya meskipun dengan harga ratusan juta rupiah.

Begitu berharganya sawah bagi warga di desa yang memiliki populasi sekitar 700 jiwa dari 172 keluarga ini karena sawah sebagai mata pencaharian utama yang diturunkan oleh nenek moyangnya.

Alih fungsi dari sawah menjadi kelapa sawit tersebut ditengarai mengancam keberlanjutan pertanian di wilayah tersebut.

Sudah ada lahan pertanian yang seharusnya menjadi sawah baru melalui program pemerintah, namun malah berubah fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit.

Baca juga: Beberapa ekor Gajah Sumatera rusak kebun sawit warga
Baca juga: Distanbun telusuri serangan jamur ganoderma pada tanaman sawit

Kecamatan Air Manjuto menjadi salah satu contoh, dengan 28 hektare lahan yang seharusnya menjadi sawah baru, namun 9 hektare di antaranya telah berubah menjadi kebun sawit.

3. Tunggu dana pembangunan

Upaya untuk memulihkan irigasi sawah Lubuk Bangko terus dilakukan salah satunya dengan usulan pembangunan kembali.

Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang tahun 2025 mengusulkan dana sebesar Rp5 miliar yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) untuk membangun intake atau pintu air di Daerah Irigasi (DI) Lubuk Bangko yang rusak akibat banjir.

Baca juga: Pemkab Mukomuko petakan bangunan irigasi rusak
Baca juga: Mukomuko usulkan dana pembangunan irigasi rusak akibat banjir

Pemerintah daerah selain mengusulkan pembangunan intake DI Lubuk Bangko, juga mengajukan pembangunan jaringan sekunder yang rusak akibat berusia tua dan terdampak banjir. Kini tinggal menunggu realisasi pembangunan kembali saluran irigasi tersebut.

Pewarta: Ferri Aryanto

Editor : Anom Prihantoro


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024