Bengkulu (Antara) - Warga Pulau Enggano Kecamatan Enggano Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu mendesak pemerintah mencabut izin eksploitasi pasir di pesisir Desa Kaana karena telah merusak ekosistem mangrove yang berfungsi sebagai sabuk pengaman pulau terluar itu.

Sekretaris Yayasan Karya Enggano Frontier Kauno saat menyampaikan keresahan mereka kepada sejumlah lembaga non-pemerintah di Kota Bengkulu antara lain Walhi dan Yayasan Ulayat, mengatakan penghancuran eksositem pesisir akan mempercepat laju abrasi.

"Kami sudah sepakat melindungi Pulau Enggano dengan menolak segala bentuk eksploitasi ekosistem," kata Frontier di Bengkulu, Selasa.

Ia mengatakan penambangan pasir di pesisir Desa Kaana itu guna mendukung proyek transmigrasi yang digelar pemerintah di pulau berpenghuni lebih 3.000 jiwa penduduk itu.

Padahal masyarakat adat dan pemerintah tingkat kecamatan di wilayah itu sudah menyepakati pembangunan dengan anggaran lebih dari Rp500 juta harus mendatangkan material dari luar pulau.

"Karena sumber daya di pulau ini terbatas, kalau pasir dan kayu juga diambil dari Enggano artinya sama dengan menenggelamkan pulau," ucapnya.

Ia mengatakan bahwa perwakilan warga yang dikoordinir Yayasan Karya Enggano dan Yayasan Citra Enggano sudah mempertanyakan penambangan pasir besi tersebut kepada pemerintah Kabupaten Bengkulu Utara.

Hasilnya kata Frontier, izin eksploitasi pasir di pesisir pantai itu diterbitkan pada Oktober 2015, sedangkan pengambilan pasir sudah dimulai sejak September 2015.

"Hampir setengah hektare hutan mangrove sudah dijadikan penambangan pasir, padahal mangrove pesisir sangat penting untuk pertahanan pulau" katanya menambahkan.

Menanggapi permasalahan yang disampaikan warga tersebut, Direktur Yayasan Ulayat Bengkulu Martian mengatakan bahwa Pulau Enggano adalah pulau yang rentan terhadap segala bentuk eksploitasi.

"Tanpa aktivitas merusak saja wilayah daratan pulau terus menyusut, apalagi diperparah dengan pengerukan pasir di pesisir," katanya.

Sementara Koordinator Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Bengakulu, Ali Akbar menambahkan penambangan pasir telah melanggar beberapa aturan masyarakat adat setempat dan mengancam kelestarian pulau berjarak 106 mil laut dari Kota Bengkulu itu.

Pelanggaran pertama adalah menabrak kesepakatan masyarakat adat tentang perlindungan pulau dengan menyepakati pengadaan material proyek dengan nilai lebih Rp500 juta harus didatangkan dari luar pulau.

Kedua, penambangan pasir di pesisir tersebut juga telah merusak ekosistem mangrove yang berfungsi sebagai "green belt" atau sabuk hijau untuk melindungi pesisir dari gelombang tinggi yang dapat mengikis daratan pulau.

"Karena itu pihak yang melegalkan pengambilan pasir harus mencabut izin itu demi keselamatan pulau sekaligus keselamatan ribuan warga yang mendiami pulau itu," katanya.

Pulau Enggano memiliki luas 39 ribu hektare, merupakan pulau terluar yang berada di tengah Samudera Hindia. Pulau tersebut dihuni ribuan warga yang bermukim di enam desa yakni Kahyapu, Kaana, Malakoni, Meok, Apoho dan Banjarsari.***1***

Pewarta: Helti Marini Sipayung

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2015