Jakarta (Antara) - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mengaku ikhlas meski dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum KPK karena melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang dikategorikan sebagai "grand corruption".

"Yang penting saya ikhlas seikhlas-ikhlasnya yang penting niat bantu KPK ke depan memberantas korupsi untuk mengungkap ada teman DPR yang menerima dana itu. Nanti saya bantu ke KPK, ada beberapa kepala daerah bupati, nanti saya bantu," kata Nazaruddin usai persidangan.

Jaksa penuntut umum (JPU) KPK menuntut Nazaruddin dengan pidana 7 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan karena menerima Rp40,37 miliar dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya terkait proyek pemerintah tahun 2010, melakukan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp627,86 miliar pada periode 2010-2014 dan Rp283,6 miliar pada periode 2009-2010.

Nazaruddin pun menyebut sejumlah pihak yang menurutnya juga melakukan korupsi.

"Semua sudah disampaikan di persidangan, seperti Muhaimin (Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PKB), Marwan Jafar (Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi), terus Sutan Bhatoegana, Andi (Arsyadjuliandi Rachman) yang sekarang Gubernur Riau itu semuanya," tambah Nazaruddin.

Selain nama-nama tersebut, Nazar juga mengungkapkan sejumlah nama kepala daerah lain.

"Konsekuensi saya terima JC (justice collaborator) memang harus bantu KPK menungkap semua. Ada Andi Rahman yang sekarang gubernur, Bupati Rohil (Rokan Hilir) di Riau, Bupati Kutai Timur Isran Noor," ungkap Nazaruddin.

Namun Nazaruddin enggan menjawab pertanyaan wartawan terkait dengan keterlibatn Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas yang menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR periode 2014-2019.

"Ada semua cacatannya semua di permai, ada catatannya, siapa yang terima dari permai grup, saya akan bantu KPK ungkap ini semua," tambah Nazaruddin.

Nazaruddin pun mempersiapkan pembelaan agar tidak semua hartanya dirampas.

"Intinya saya membela hak anak istri saya saja. Aset saya yang murni sebelum saya menjadi pejabat, saya percayakan ke KPK, nanti saya luruskan," tegas Nazaruddin.

Nazaruddin dituntut berdasarkan tiga dakwaan. Dalam dakwaan pertama, Nazaruddin dinilai terbukti  menerima hadiah berupa 19 lembar cek yang jumlah seluruhnya Rp23,119 miliar dari PT Duta Graha Indah (PT DGI) dan Rp17,250 miliar dari PT Nindya Karya.

Penerimaan tersebut karena sudah ada kesepakatan Nazar dengan PT DGI untuk mendapatkan fee sebesar 21-22 persen dari nilai kontrak sehingga Nazaruddin mau untuk memperlancar proyek sejak proses penganggaran dan pelelangan dengan cara memberikan "fee" kepada satuan kerja dan panitia pengadaan sehingga PT DGI dan PT Nindya Karya.

Pada dakwaan kedua, Nazaruddin dinilai terbutki melakukan tindak pidana pencucian uang hingga mencapai Rp627,86 miliar selama periode 2010-2014 yaitu 19 lembar cek dari PT DGI senilai total Rp23,119 miliar; dari PT Nindya Karya Rp17,250 miliar; PT DKI terkait pembangunan Wisma Atlet di Jakabaring Palembang berupa 5 lembar cek senilai Rp4,575 miliar; dari PT Waskita Karya sejumlah Rp13,250 miliar; dari PT Adhi Karya sejumlah Rp3,762 miliar; dari Odie dan kawan-kawan sejumlah Rp33,158 miliar; dari Alwin sejumlah Rp14,148 miliar dan dari PT Pandu Persada Konsultan sejumlah Rp1,7 miliar sehingga Permai Grup mendapatkan keuntungan sebesar Rp580,39 miliar.

Hasil keuntungan tersebut diputar dengan membeli saham tersebut antara lain pembelian saham PT Garuda Indonesia (persero) Tbk senilai total 298.036.000 lembar berjumlah Rp163,918 miliar; saham PT Bank Mandiri senilai total 7.651.500 lembar berjumlah Rp40,14 miliar; saham PT Krakatau Steel, saham PT Bank Negara Indonesia, serta sukuk yang ditotal sekitar Rp300 miliar.

"Meski terdakwa membantah bahwa tidak semua harta berasal dari tindak pidana korupsi karena ada juga yang berasal dari sumber sah khususnya yang diatasnamakan Neneng Sri Wahyuni seperti rumah di pejaten dan restoran, tapi penuntut umum berpendapan alasan itu harus dikesampingkan," kata ketua jaksa penuntut umum KPK Kresno Anto Wibowo.

Sedangkan dakwaan ketiga, Nazaruddin dinilai melakukan tindak pidana pencucian uang hingga mencapai Rp283,599 miliar selama periode 2009-2010 dengan cara menggunakan rekening atas nama orang lain dan rekening perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup dengan saldo akhir seluruhnya sebesar Rp50,205 miliar; dibayarkan atau dibelanjakan untuk pembelian tanah dan bangunan seluruhnya sebesar Rp33,194 miliar; dan tanah berikut bangunan yang dititipkan dengan cara seolah-olah dijual (dialihkan kepemilikannya) senilai Rp200,265 miliar.***2***

Pewarta:

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016