Bengkulu (Antara) - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ferry Mursyidan Baldan menantang pemerintah daerah untuk mencabut izin hak guna usaha (HGU) terlantar untuk dijadikan sentra produksi tanaman pangan.
"Saya menantang pemerintah daerah menjadikan HGU terlantar menjadi sentra produksi pangan di tiap kabupaten," kata Ferry saat memberikan kuliah umum tentang Agraria dan Tata Ruang di Kampus Universitas Bengkulu, Jumat.
Menurut Menteri, persepsi masyarakat tentang agraria harus dikembalikan ke asal yakni Indonesia sebagai negara agraris.
Karena itu, lahan harus dipandang sebagai alat produksi sekaligus sebagai wilayah yang menjadi salah satu syarat dalam pendirian sebuah negara.
"Tapi Indonesia justru sangat bergantung pada impor untuk pemenuhan pangan, bahkan tingkat inflasi nasional sangat dipengaruhi bahan makanan," katanya.
Karena itu, pemberian izin HGU kepada perusahaan lanjut Menteri harus berpijak pada kepentingan masyarakat.
Ia mencontohkan di satu wilayah pemberian izin HGU atas lahan seluas 5.000 hektare namun sudah dikuasai masyarakat seluas 800 hektare, maka seharusnya lahan yang dikuasai masyarakat itu dikeluarkan dari HGU.
"Banyak kasus justru perusahaan menuntut pemerintah karena ada masyarakat di dalam, bukannya mensyukuri lahan seluas 4.200 hektare yang sudah dipinjamkan pada mereka," katanya.
Karena itu, Ferry menantang pemerintah untuk mencabut HGU yang terlantar dan menganjurkan keterlibatan perguruan tinggi untuk merancang wilayah sentra produksi pangan.
Selain itu, fisolofi tanah sebagai alat produksi perlu dipertegas sehingga alih fungsi lahan pangan menjadi permukiman, toko dan kepentingan lain dapat dihindari.
Selain sengketa lahan, tantangan terbesar dalam penataan ruang menurut Menteri adalah sifat eksklusif warga terhadap tanah yang dimiliki membuat fungsi lahan tidak sesuai peruntukan.
"Sifat eksklusif itu membuat warga memperlakukan tanah sekehendak hati, salah satunya mengalihkan sawah jadi perumahan," katanya. ***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016
"Saya menantang pemerintah daerah menjadikan HGU terlantar menjadi sentra produksi pangan di tiap kabupaten," kata Ferry saat memberikan kuliah umum tentang Agraria dan Tata Ruang di Kampus Universitas Bengkulu, Jumat.
Menurut Menteri, persepsi masyarakat tentang agraria harus dikembalikan ke asal yakni Indonesia sebagai negara agraris.
Karena itu, lahan harus dipandang sebagai alat produksi sekaligus sebagai wilayah yang menjadi salah satu syarat dalam pendirian sebuah negara.
"Tapi Indonesia justru sangat bergantung pada impor untuk pemenuhan pangan, bahkan tingkat inflasi nasional sangat dipengaruhi bahan makanan," katanya.
Karena itu, pemberian izin HGU kepada perusahaan lanjut Menteri harus berpijak pada kepentingan masyarakat.
Ia mencontohkan di satu wilayah pemberian izin HGU atas lahan seluas 5.000 hektare namun sudah dikuasai masyarakat seluas 800 hektare, maka seharusnya lahan yang dikuasai masyarakat itu dikeluarkan dari HGU.
"Banyak kasus justru perusahaan menuntut pemerintah karena ada masyarakat di dalam, bukannya mensyukuri lahan seluas 4.200 hektare yang sudah dipinjamkan pada mereka," katanya.
Karena itu, Ferry menantang pemerintah untuk mencabut HGU yang terlantar dan menganjurkan keterlibatan perguruan tinggi untuk merancang wilayah sentra produksi pangan.
Selain itu, fisolofi tanah sebagai alat produksi perlu dipertegas sehingga alih fungsi lahan pangan menjadi permukiman, toko dan kepentingan lain dapat dihindari.
Selain sengketa lahan, tantangan terbesar dalam penataan ruang menurut Menteri adalah sifat eksklusif warga terhadap tanah yang dimiliki membuat fungsi lahan tidak sesuai peruntukan.
"Sifat eksklusif itu membuat warga memperlakukan tanah sekehendak hati, salah satunya mengalihkan sawah jadi perumahan," katanya. ***3***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2016