Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut aksi boikot pada produk yang terafiliasi dengan Israel telah membuat masyarakat Indonesia beralih ke produk lokal.

"Aksi boikot di Indonesia, membuat masyarakat sudah mulai bergeser dari menggunakan produk-produk global. Dari riset yang kami lakukan, sekitar 85 persen masyarakat Indonesia ingin beralih dari produk global ke produk nasional. Ini sangat positif," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang hukum, Dr. KH Ikhsan Abdullah, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Dia menambahkan semangat boikot terhadap produk yang terafiliasi dengan Israel harus terus dipelihara. Dengan demikian, diharapkan tak hanya sebagai bentuk protes atas aksi Israel pada masyarakat Palestina, tetapi juga untuk mendukung produk lokal dan nasional.

Ikhsan juga menghimbau umat Islam agar mewaspadai aksi ‘Palestina Washing’, yakni manuver perusahaan multinasional asing dalam berkelit dari gerakan boikot produk pro Israel dengan aneka kegiatan yang seolah-olah bersimpati pada Palestina.

“Ada banyak jenama global (multinasional asing) datang ke MUI meminta dukungan karena saham dan produk riil mereka terdampak gerakan boikot produk pro Israel. Semua mereka minta boikot segera diakhiri,” kata Ikhsan lagi.

Gerakan boikot yang marak di berbagai belahan dunia telah berdampak signifikan, utamanya pada penjualan produk multinasional.

“Prinsip kemanusiaan tak bisa ditinggalkan. Palestina ini isu kemanusiaan yang melintasi sekat-sekat agama,” tegasnya.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Gunung Jati, Dr Harmono, mengatakan salah satu semangat pendirian Indonesia adalah keinginan untuk menghapuskan penjajahan di atas bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan.

“Boikot terhadap produk-produk (terafiliasi Israel) agar keuntungannya tidak mengalir ke sana, lama-lama kemudian (Israel) stop karena tenaganya habis, kemudian tidak menindas lagi. Divestasi dan sanksi berarti mengambil kembali, mencabut segala investasi yang ada di negara Israel, dan diikuti pemberian sanksi,” kata Harmono. ***

 

Pewarta: Indriani

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2024