Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap seorang tersangka yang menjadi buronan dalam kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa, mengatakan tersangka itu berinisial HAT selaku Direktur PT DSI (Duta Sugar International).

Tersangka HAT, kata dia, ditangkap di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Padahal, surat penetapan HAT sebagai tersangka dalam kasus ini telah dikeluarkan pada Senin (20/1).

“Barangkali ada aktivitas, kegiatan yang bersangkutan. Akan tetapi, karena yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka, tentu kewajiban kita penyidik untuk melakukan pencarian. Setelah dikumpulkan informasi bahwa yang bersangkutan ada di Pangkalan Bun sehingga diamankan di sana,” ucapnya.

Kemudian, lanjutnya, penyidik membawa tersangka HAT menuju Kejaksaan Agung dengan transit terlebih dahulu di Kota Surabaya.

Setibanya di Kejaksaan Agung, tersangka HAT langsung menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dan langsung menjalani penahanan.

“Yang bersangkutan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk 20 hari ke depan,” ujarnya.

Diketahui, Kejaksaan Agung pada Senin (20/1) menetapkan sembilan tersangka baru dalam kasus impor gula ini, yakni TWN selalu Direktur Utama PT Angels Products (AP), WN selaku Presiden Direktur PT Andalan Furnindo (AF), HS selaku Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ), dan IS selaku Direktur Utama PT Medan Sugar Industry (MSI).

Lalu, TSEP selaku Direktur PT Makassar Tene (MT), HAT selaku Direktur PT Duta Sugar International (DSI), ASB selaku Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas (KTM), HFH selaku Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur (BMM), dan ES selaku Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU).

Dua di antaranya, yakni HAT selaku Direktur PT DSI dan ASB selaku Direktur Utama PT KTM tidak memenuhi panggilan penyidik sehingga dicari oleh penyidik usai ditetapkan sebagai tersangka. Lalu, pada hari ini, HAT berhasil diamankan, sementara ASB masih dalam tahap pencarian.

Adapun peran tersangka HAT selaku Direktur PT DSI dalam kasus ini adalah membuat perjanjian kerja sama dengan PT PPI untuk memasok dan mengolah gula kristal mentah (GKM) impor menjadi gula kristal putih (GKP).

Selain dengan PT DSI, PT PPI juga bekerja sama dengan tujuh produsen gula swasta lainnya, PT AP, PT AF, PT SUJ, PT MSI, PT MT, PT BMM, dan PT PDSU.

Lalu, tersangka Tom Lembong selaku menteri perdagangan saat itu, memerintahkan Plt. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan yang saat itu menjabat, KS, untuk menerbitkan persetujuan impor GKM untuk diolah menjadi GKP kepada delapan perusahaan swasta tersebut.

Padahal, dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga, seharusnya yang diimpor adalah GKP secara langsung dan yang dapat melakukan impor hanyalah BUMN. Selain itu, persetujuan impor tersebut diterbitkan tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian serta tanpa koordinasi antarinstansi terkait.

Terlebih, delapan perusahaan itu hanya memiliki izin industri produsen gula kristal rafinasi (GKR).

Terhadap hasil pengolahan gula tersebut, PT PPI seolah-olah membelinya. Padahal, gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran melalui distributor terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram yang mana lebih tinggi daripada HET saat itu yang sebesar Rp13.000 per kilogram. Selain itu, PT PPI mendapatkan upah sebesar Rp105 per kilogram.

Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian keuangan sebesar sekitar Rp578 miliar.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Pewarta: Nadia Putri Rahmani

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2025