Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum Kejagung) Harli Siregar mengatakan bahwa jaksa telah mengajukan banding terkait putusan Majelis Hakim terhadap terdakwa Harvey Moeis.
Harvey Moeis merupakan terdakwa dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. pada kurun 2015–2022.
“Kami berkomitmen, dan sesungguhnya kami sudah melakukan upaya hukum, melakukan banding dan sudah didaftarkan di pengadilan,” kata Harli di Kantor Kejagung, Jakarta, Selasa.
Baca juga: Harvey Moeis divonis penjara 6,5 tahun
Baca juga: Majelis hakim kurangi hukuman Harvey Moeis jadi 6,5 tahun, tuntutan 12 tahun dinilai terlalu berat
Selain itu, dia mengatakan bahwa jaksa penuntut umum (JPU) saat ini sedang fokus menyusun poin-poin atau dalil-dalil yang terkait dengan memori banding.
Ia mengatakan bahwa langkah tersebut tetap diambil oleh Kejagung dengan menjadikan catatan persidangan sebagai pedomannya, meskipun saat ini masih menunggu salinan putusan.
“Itu juga bisa kami jadikan sebagai pedoman, sebagai dasar untuk menyusun dalil-dalil yang kami sampaikan. Karena kita tahu bahwa dari sisi strachmat (lama tuntutan) yang diajukan bahwa penuntut umum menuntut yang bersangkutan 12 tahun, tetapi hanya diputus dengan 6,5 tahun,” ujarnya.
Sementara itu, dia mengatakan bahwa Kejagung mendukung pernyataan Presiden Prabowo Subianto soal mengajukan banding terhadap kasus-kasus korupsi yang vonisnya dinilai ringan.
Baca juga: Pemprov DKI benarkan Harvey Moeis dan Sandra Dewi peserta PBI BPJS Kesehatan
Baca juga: KY dalami putusan PN Jakpus terkait vonis Harvey Moeis
“Kami sangat mendukung apa yang sudah dinyatakan oleh beliau, dan kami sangat responsif terkait dengan pernyataan beliau, pernyataan Presiden, yang menyatakan bahwa vonis atau putusan pengadilan terkait dengan terdakwa HM (Harvey Moeis) yang masih sangat begitu ringan dibanding dengan tuntutan yang disampaikan oleh penuntut umum,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) di Jakarta, Senin (30/12), mengkritik hakim-hakim yang menjatuhkan vonis ringan kepada koruptor, terlebih jika potensi nilai kerugian negara akibat aksi rasuah itu mencapai ratusan triliun.
"Rakyat itu mengerti, rampok ratusan triliun vonisnya sekian (tahun)," kata Presiden di hadapan jajaran petinggi kementerian/lembaga dan kepala daerah saat memberi pengarahan dalam Musrenbangnas.
Presiden lanjut menekankan para terdakwa korupsi seharusnya menerima vonis berat. "Vonisnya ya 50 tahun, begitu kira-kira," kata Presiden kepada Jaksa Agung.