Jakarta (ANTARA) - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita dua mobil milik tersangka HAT yang terlibat dalam kasus korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015—2016.
"Benar, penyidik melakukan penyitaan terhadap 2 unit mobil tersangka HAT dari rumahnya di Jakarta," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Harli Siregar ketika dihubungi di Jakarta, Rabu.
Harli menyebutkan mobil itu berjenis Mercedes Benz C 300 dengan nomor B-1019-OQ dan mobil Omoda dengan nomor B-1749-SNR.
Mobil-mobil tersebut, kata dia, sudah dibawa ke Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, untuk disita atas kaitannya dalam kasus tersebut.
Baca juga: Kejagung tangkap buron kasus impor gula
"Penyidik masih terus meneliti dan mengkaji kemungkinan melakukan upaya-upaya penyitaan terhadap barang lainnya," ucapnya.
Diketahui bahwa HAT selaku Direktur PT DSI (Duta Sugar International) merupakan salah satu dari sembilan tersangka baru dalam kasus impor gula ini.
Delapan tersangka lainnya adalah TWN selalu Direktur Utama PT Angels Products (AP), WN selaku Presiden Direktur PT Andalan Furnindo (AF), HS selaku Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ), dan IS selaku Direktur Utama PT Medan Sugar Industry (MSI).
Berikutnya TSEP selaku Direktur PT Makassar Tene (MT), ASB selaku Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas (KTM), HFH selaku Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur (BMM), dan ES selaku Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU).
Baca juga: Presiden perintahkan setop impor beras, garam, gula, jagung pada 2025
Adapun HAT dan ASB tidak memenuhi panggilan penyidik dalam hari yang sama ketika yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka pada hari Senin (20/1).
Pada akhirnya, Selasa (21/1), HAT berhasil ditangkap di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, kemudian langsung dibawa ke Kejaksaan Agung, Jakarta, pada hari yang sama. Sementara itu, ASB masih dicari oleh penyidik.
Peran tersangka HAT selaku Direktur PT DSI dalam kasus ini adalah membuat perjanjian kerja sama dengan PT PPI untuk memasok dan mengolah gula kristal mentah (GKM) impor menjadi gula kristal putih (GKP).
Selain dengan PT DSI, PT PPI juga bekerja sama dengan tujuh produsen gula swasta lainnya, PT AP, PT AF, PT SUJ, PT MSI, PT MT, PT BMM, dan PT PDSU.
Sementara itu, tersangka Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan saat itu memerintahkan Plt. Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan yang saat itu menjabat, KS, untuk menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP) kepada delapan perusahaan swasta tersebut.
Padahal, dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga, seharusnya yang diimpor adalah GKP secara langsung dan yang dapat melakukan impor hanyalah BUMN.
Baca juga: Kejagung periksa lima saksi terkait kasus impor gula
Selain itu, persetujuan impor tersebut diterbitkan tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian serta tanpa koordinasi antarinstansi terkait, terlebih delapan perusahaan itu hanya memiliki izin industri produsen gula kristal rafinasi (GKR).
Terhadap hasil pengolahan gula tersebut, PT PPI seolah-olah membelinya. Padahal, gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran melalui distributor terafiliasi dengan harga Rp16 ribu per kilogram atau lebih tinggi daripada HET saat itu sebesar Rp13 ribu/kg. Selain itu, PT PPI mendapatkan upah sebesar Rp105,00/kg.
Akibat perbuatan para tersangka, negara mengalami kerugian keuangan sebesar sekitar Rp578 miliar.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.