Bangsa ini dituntut untuk tidak lengah pada gerakan-gerakan kelompok tertentu yang terus berupaya menebarkan radikalisme dan terorisme.

Meskipun dalam beberapa tahun terakhir tidak pernah ada aksi-aksi kekerasan kelompok radikalisme yang menyerang objek tertentu, semua elemen bangsa ini tidak boleh menganggap bahwa gerakan kaum radikal dan teroris itu sudah tidak ada.

Kita tetap harus waspada dengan gerakan bawah tanah radikalisme dan terorisme itu, yang boleh jadi memang memilih strategi senyap untuk menyusun kekuatan baru.

Sejatinya gerakan radikalisme dan terorisme tidak pernah berhenti. Hal ini dapat kita lihat dari aksi-aksi nonfisik yang mereka jalankan untuk menebar paham radikal, menggunakan ruang digital.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat fakta gerakan senyap kelompok itu yang menyebar konten bermuatan radikalisme dan terorisme sebanyak 6.402 temuan, dari Januari hingga Agustus 2025.

Dari jumlah 6.000-an lebih konten radikalisme dan terorisme itu, sebanyak 4.863 temuan berisi propaganda yang berpotensi memengaruhi masyarakat untuk merongrong atau melawan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam penelusuran itu, BNPT menemukan konten radikalisme dan terorisme yang menganggap undang-undang yang berlaku di negara kita dianggap mendahulukan ketentuan yang tercantum dalam kitab suci.

Gerakan radikalisme dan terorisme itu juga masih berkutat dengan isu lama, dengan menganggap Pancasila sebagai berhala yang tidak layak "disembah" atau diikuti. Mereka juga mengusung isu utama mengenai khilafah yang mereka klaim sebagai paling benar untuk mengganti sistem bernegara.

Melihat fakta yang diungkap oleh BNPT itu, terlihat jelas bahwa radikalisme dan terorisme itu memang masih ada, dan mereka terus bergerak lewat saluran yang tanpa batas dan konsumennya banyak dari kalangan generasi muda. Karena itu, diperlukan upaya sistematis dan terus menerus untuk membentengi mental bangsa ini dari pengaruh mereka.

Karena itu, BNPT terus melakukan berbagai upaya untuk mencegah gerakan radikalisme dan terorisme itu meluas dan meracuni anak-anak muda lewat saluran ruang digital.

Program melawan gerakan radikalisme dan terorisme memang tidak bisa hanya menggunakan pola-pola lama yang mengandalkan sistem tatap muka dengan menyasar masyarakat yang menjadi sasaran penguatan paham toleran dan kerukunan umat.

Kita semua harus mampu menggunakan saluran yang menjadi tren masa kini, yakni ruang digital, dengan platform media massa arus utama dan media sosial, lebih-lebih yang kontennya berbasis media video.

Dunia digital adalah belantara terbuka yang isinya tidak boleh diserahkan dan dikuasai oleh radikalisme dan terorisme, dengan paham bahwa semua penduduk dunia harus satu ideologi, apalagi metode yang mereka gunakan lewat cara-cara yang mengingkari nilai-nilai perikemanusiaan.


Tampilkan tokoh

Aksi kontra-radikslisme yang bisa dilakukan oleh aparatur pemerintah yang terkait dengan keamanan dan ketertiban di masyarakat ini harus bergerak cepat dan masif untuk mengisi ruang-ruang digital dengan konten yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan.

Tentu saja ini bukan hanya tugas pemerintah. Semua pihak harus menunjukkan kepeduliannya untuk ikut terlibat dalam ikhtiar pencegahan.

"Perebutan" ruang digital dari penguasaan kaum penganut paham radikal harus melibatkan tokoh yang memiliki pengaruh besar bagi penduduk asli media digital ini, yakni kaum milenial.

Para tokoh itu bisa berasal dari kalangan pemengaruh atau influencer, artis, atau kalangan muda terdidik dari kampus-kampus. Bisa juga tokoh itu berasal dari generasi muda yang pernah terlibat dalam aksi terorisme, kemudian mereka menyesali paham sesat dan menjerumuskan yang sempat mereka pilih itu.

Para mantan teroris itu bisa bercerita lebih detail mengenai jebakan-jebakan yang digunakan oleh penebar radikalisme dan terorisme untuk menggaet masyarakat lain, khususnya generasi muda, masuk dalam barisan gerakan itu.

Di luar mantan teroris, kriteria tokoh yang bisa dipilih untuk menggaungkan narasi-narasi hidup yang penuh toleran dan saling mengasihi itu bisa dari tokoh berskala nasional maupun daerah, termasuk kreator konten yang selama ini menggunakan bahasa daerah, sehingga segmennya lebih jelas.

BNPT, kepolisian, TNI, atau kementerian agama bisa menggandeng mereka untuk menyuarakan, sekaligus mengingatkan generasi muda untuk tidak mudah terpengaruh dengan konten-konten di media sosial yang isinya mengajak pada sikap untuk melawan dan mengubah sistem bernegara.

Materi dari isu yang disajikan bisa murni semua berisi ajakan untuk mengedepankan sikap toleran atau bisa berupa sisipan dari konten dengan tema tertentu yang sudah menjadi ciri khas dari si tokoh.

Terakait ikhtiar menjaga keamanan negara dan bangsa, maka kalangan usahawan juga sudah seharusnya  memberikan perhatian pada pencegahan gerakan kaum radikal dan ekstrem ini meluas. Kalangan usahawan yang segmennya bergerak di dunia digital juga bisa memasukkan pesan-pesan mengenai toleransi dan kerukunan.

Selain itu, keterlibatan organisasi keagamaan dan kepemudaan juga memiliki peran strategis untuk dilibat dalam program ini. Orang tua juga memiliki peran sangat penting dalam ikhtiar bersama ini untuk membersamai anak-anaknya dalam perjalanan bertumbuh, bukan hanya secara fisik, tapi juga pertumbuhan jiwanya.

Karena umumnya gerakan terorisme ini menggunakan landasan agama, maka konten yang diasjikan dalam program pencegahan ini perlu memuat hakikat dari semua ajaran agama, yakni cinta dan kasih sayang, terus dilantangkan.

Pewarta: Masuki M. Astro

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2025