Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Kepolisian Daerah Provinsi Bengkulu menggelar simulasi penanganan kericuhan Pemilihan Kepala Daerah 2018, Pemilihan Presiden dan Legislatif 2019.
Kepala Kepolisian Daerah Bengkulu Brigjen Pol Coki Manurung di Bengkulu, Kamis, menyebutkan, simulasi ini untuk meningkatkan kesiapan personel gabungan Polri, TNI, penyelenggara, dan unsur terkait lainnya dalam menghadapi keamanan dan ketertiban daerah.
"Pengamanan ini erat kaitannya dengan lingkungan strategis, sosial politik, yang bisa saja berubah dengan cepat dan dinamis," kata kapolda.
Walaupun selama ini aman dan tidak ada rekam jejak tindakan kericuhan besar di Bengkulu, menurut kapolda persiapan pengamanan tetap memprioritaskan sistem keamanan ketat.
"Ya, meskipun aman, kita tetap mempersiapkan kemungkinan terburuk, sehingga personel selalu siap dengan ancaman apa pun yang terjadi," katanya.
Untuk pengamanan setiap titik tempat pemungutan suara, Polda Bengkulu menyiapkan 600 personel, dan ditambah dengan pengamanan untuk gangguan keamanan dan ketertiban daerah, seperti personel satuan anti huru hara, brimob, bahkan penjinak bom.
Pada simulasi, diperagakan, awal kericuhan terjadi akibat protes dari dua orang warga yang memaksa untuk memilih, sementara mereka tidak memiliki KTP daerah setempat.
Kerusuhan berlanjut dengan penyerangan terhadap penyelenggara yang sedang mendistribusikan surat suara hasil pemilihan. Kejar-kejaran menggunakan mobil terjadi antar pembuat kericuhan yang membawa lari surat suara.
Pelaku dapat diamankan, namun massa tidak terima dengan kejadian tersebut, dan menyerang KPU setempat. Personel kepolisian mencoba mengurai massa dengan cara dialog.
Namun kebrutalan pengunjuk rasa tidak dapat dibendung dan akhirnya personel kepolisian menurunkan tim Sabara, Brimob serta mobil water canon.
Terakhir kepolisian mencoba menjinakkan bom yang ditinggal pengunjuk rasa. Para provokator diamankan dan penyelenggaraan pemilu di Bengkulu dapat kembali berjalan dengan aman.***2***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018
Kepala Kepolisian Daerah Bengkulu Brigjen Pol Coki Manurung di Bengkulu, Kamis, menyebutkan, simulasi ini untuk meningkatkan kesiapan personel gabungan Polri, TNI, penyelenggara, dan unsur terkait lainnya dalam menghadapi keamanan dan ketertiban daerah.
"Pengamanan ini erat kaitannya dengan lingkungan strategis, sosial politik, yang bisa saja berubah dengan cepat dan dinamis," kata kapolda.
Walaupun selama ini aman dan tidak ada rekam jejak tindakan kericuhan besar di Bengkulu, menurut kapolda persiapan pengamanan tetap memprioritaskan sistem keamanan ketat.
"Ya, meskipun aman, kita tetap mempersiapkan kemungkinan terburuk, sehingga personel selalu siap dengan ancaman apa pun yang terjadi," katanya.
Untuk pengamanan setiap titik tempat pemungutan suara, Polda Bengkulu menyiapkan 600 personel, dan ditambah dengan pengamanan untuk gangguan keamanan dan ketertiban daerah, seperti personel satuan anti huru hara, brimob, bahkan penjinak bom.
Pada simulasi, diperagakan, awal kericuhan terjadi akibat protes dari dua orang warga yang memaksa untuk memilih, sementara mereka tidak memiliki KTP daerah setempat.
Kerusuhan berlanjut dengan penyerangan terhadap penyelenggara yang sedang mendistribusikan surat suara hasil pemilihan. Kejar-kejaran menggunakan mobil terjadi antar pembuat kericuhan yang membawa lari surat suara.
Pelaku dapat diamankan, namun massa tidak terima dengan kejadian tersebut, dan menyerang KPU setempat. Personel kepolisian mencoba mengurai massa dengan cara dialog.
Namun kebrutalan pengunjuk rasa tidak dapat dibendung dan akhirnya personel kepolisian menurunkan tim Sabara, Brimob serta mobil water canon.
Terakhir kepolisian mencoba menjinakkan bom yang ditinggal pengunjuk rasa. Para provokator diamankan dan penyelenggaraan pemilu di Bengkulu dapat kembali berjalan dengan aman.***2***
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018