Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Bank Indonesia mengimbau masyarakat Provinsi Bengkulu untuk tidak khawatir berlebihan karena depresiasi atau penurunan kurs rupiah hingga mendekati Rp14.000 per dolar AS.

"Ini bukan kondisi seperti krisis moneter 1997, tetapi hanya reaksi sesaat akibat perubahan kebijakan suku bunga acuan yang ditetapkan pemerintah Amerika Serikat," kata Kepala Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bengkulu Endang Kurnia Saputra di Bengkulu, Rabu.

Hal tersebut berdampak pada menguatnya dolar AS, tidak hanya pada rupiah, tetapi juga terhadap sejumlah mata uang negara berkembang lainnya.

Bank Indonesia pun, lanjut Endang juga sudah melakukan langkah antisipasi termasuk menambah suplai dolar AS di pasar Indonesia.

"Kebijakan bank sentral AS ini menyebabkan sejumlah investor melihat dananya lebih menguntungkan jika dibawa ke AS, jadi hal ini membuat rupiah terdepresiasi," ucapnya.

Sementara itu, depresiasi rupiah ini sebenarnya juga tidak terlalu berpengaruh terhadap masyarakat Provinsi Bengkulu. Kondisi tersebut diprediksi hanya akan mempengaruhi inflasi khusus kelompok barang-barang impor saja.

Sebaliknya, kondisi tersebut malah menguntungksan Bengkulu sebab potensi laba dari ekspor komoditas alam daerah itu akan menjadi lebih besar akibat penguatan dolar AS.

Bengkulu memiliki komoditas ekspor seperti, batu bara, karet, CPO, kopi maupun kakao. Dengan menguatnya dolar AS tentu terdapat perbaikan harga terhadap komoditas ekspor.

"Seberapa signifikan dampak positif penguatan dolar terhadap komoditas alam Bengkulu belum bisa kami pastikan, nanti kami akan analisa," ujarnya.

Baca juga: BI Bengkulu siapkan Rp2,4 triliun selama Ramadhan
Baca juga: BI Bengkulu teliti puluhan juta uang palsu

Pewarta: Boyke LW

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018