Srekor, Kamboja (Antaranews Bengkulu) - Nat Sota saat ini cemas mengenai arwah para leluhurnya.

Leluhurnya saat ini dalam kondisi terbaring di dasar waduk setelah proyek listrik terbaru Pemerintah Kamboja menenggelamkan Desa Srekor beserta komplek kuburan yang ada di dalamnya.

"Kami tidak tahu apakah mereka bisa berenang atau tidak," kata Nat Sota yang duduk di rumah kayunya dekat waduk tersebut.

Perempuan itu tidak hanya mencemaskan nasib mereka yang sudah pergi ke alam baka, tapi juga cemas dengan kehidupan nyata yang harus dihadapinya.

Atap warna merah sebuah sekolah dasar di desa itu hanyalah satu-satunya yang terlihat di tengah waduk, dan ia khawatir dengan pendidikan kedua anaknya yang masih kecil.

Nat Sota adalah salah satu diantara 62 penduduk desa dari etnis Kreung, Bunong dan Lao yang menolak tawaran pemerintah untuk pindah ke rumah baru yang dibangun khusus buat mereka.

Meski sudah pindah ke lokasi dekat waduk yang sudah menenggelamkan rumah mereka, Nat Sota dan warga yang lain sekarang hidup tanpa kepastian.

Menurut mereka, lokasi yang ditawarkan pemerintah terlalu jauh dari Sungai Sesan, tempat mereka mencari ikan selama beberapa generasi, dan jumlah kompensasi yang ditawarkan tidak cukup untuk menutupi kehilangan rumah dan tanah.

Nasib masyarakat yang bermukim di daerah terpencil di utara Propinsi Stung Treng tersebut adalah contoh dari harga yang harus dibayar dengan proyek pembangkit tenaga listrik yang sedang dibangun Pemerintah Kamboja.

"Sampai 2020, seluruh desar harus dialiri listrik," kata Victor Jona, juru bicara Kementrian Energi dan Pertambangan Kamboja.

Berdasarkan data Bank Dunia, pada 2000, hanya 16 persen wilayah Kamboja yang dialiri listrik dan jumlah tersebut meningkat menjadi 31 persen pada 2010.

Sampai 2016, hampir separuh dari total populasi kamboja sudah menikmati listrik dan semua kemajuan tersebut diraih berkat pembangunan waduk.

Antara 2010 dan 2014, pembangkit listrik tenaga air memberikan peningkatan kontribusi besar dari tiga menjadi 61 persen.

Saat ini, Pemerintah Kamboja sedang mempertimbangkan untuk membangun dua proyek dam baru yang jauh lebih besar dari waduk sebelumnya.

Menurut Jona, pemerintah sebenarnya sudah memberikan ganti rugi yang cukup bagi kepada penduduk pada pembangunan tujuh waduk selama ini, salah satu contohnya adalah pembangunan Lower Sesan 2.

Sebagian besar dari 860 kepala keluarga dari desa terdampak pembangunan waduk yang direlokasi ke tempat yang baru, telah menikmati pendidikan dan pusat layanan kesehatan.

"Memang ada juga yang tidak puas dengan kompensasi yang diberikan," katanya mengakui.

Dalam surat yang dikirim ke pemerintah propinsi, sebanyak 62 kepala keluarga dari Srekor menuntut agar pemerintah mengakui pemukiman baru mereka sebagai "komunitas penduduk asli" serta berhak atas tanah tersebut.

Pemerintah menurut mereka harus menyediakan kompensasi tunai atas kehilangan rumah dan ladang, serta membangun infrastruktur, termasuk sekolah dan layanan kesehatan.

Warga desa mengakui bahwa mereka tetap bertahan di rumah mereka sampai air waduk airnya akhirnya memaksa mereka pindah pada Desember 2017 lalu.

Mengingat pentingnya proyek pembangkit listrik, Perdana Menteri Kamboja Hun Sen tetap meresmikan proyek waduk tersebut dan mengabaikan kekhawatiran para "aktivis lingkungan radikal" dalam pidatonya.

Menurut Jona, waduk tersebut akan beroperasi penuh pada akhir tahun 2018, dengan delapan turbin yang akan menghasilkan listrik 400 megawat.

Sebelumnya akhirnya disetujui pada 2012, proyek pembangunan waktu itu memang penuh kontroversi.

Sekitar 5.000 warga di enam desa akan ditenggelamkan, mengajukan protes dan para pengamat lingkungan khawatir terhadap dampak yang ditimbulkan bagi dunia perikanan.

Sebuah kajian yang dilakukan pada 2012 menyatakan bahwa proyek Waduk Lower Sesan 2 saja akan menyebabkan penurunan 9,3 persen kehidupan ikan di Cekungan Sungai Mekong.

Beberapa penduduk di Desa Srekor mengakui bahwa salah satu spesies ikan sudah punah.

Menurut Institut Peninggalan Alam, sebuah kelompok konvervasi yang memberikan masukan kepada pemerintah mengatakan bahwa Sambor Dam bisa jadi sebuah proyek paling besar dan paling merusak dan proyek yang ada di Cekungan Sungai Mekong.

Waduk di sepanjang Sungai Mekong yang akan menghasilkan listrik berkapasatisas 2.600, memiliki panjang 18km, tinggi 33 meter dan menciptakan waduk sepanjang 82km, diyakini akan menghancurkan kehidupan ikan.

Bagi pemerintah, seperti yang disampaikan oleh Jona, pembangunan waduk tersebut jelas akan sangat bermanfaat dalam penyediaan listrik buat masyarakat.

Tap bagi warga seperti Kheun Fut, yang menolak direlokasi dan membangunan rumah baru hanya beberapa meter dari pinggir waduk, kerugian yang dialami sangat tinggi.

"Saya sebelumnya memiliki rumah yang besar, tapi saya sekarang sudah tidak memilikinya lagi," katanya.

Pewarta: -

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018