Bengkulu (Antaranews Bengkulu) - Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menilai bahwa hingga akhir tahun 2018, pemenuhan hak-hak rakyat khususnya bagi masyarakat adat, nelayan dan petani di Provinsi Bengkulu masih sangat lemah.

"Masih di awang-awang (soal komitmen pemda bagi masyarakat adat)," kata Ketua Badan Pelaksana Harian AMAN Bengkulu Def Tri, dalam rilisnya, Senin.

Lemahnya komitmen tersebut kata dia, terlihat dari upaya-upaya masyarakat adat untuk mendapatkan hak-hak mereka tetap menemui jalan buntu.

Contohnya, masyarakat adat pulau terluar Provinsi Bengkulu, Pulau Enggano Kabupaten Bengkulu Utara, mereka tidak mendapatkan legalitas yang semestinya, bahkan ancaman keberadaan struktur lembaga adat asli Enggano ikut terancam dengan adanya pembentukan lembaga-lembaga adat versi pemerintah.

AMAN Bengkulu mencatat, bahwa sampai penghujung 2018, masyarakat masih terus berupaya memperjuangkan legalitas terkait hutan adat serta kebijakan pengakuan terhadap hak komunal masyarakat adat yang masih belum mampu dipenuhi pemerintah daerah.

Begitu juga komitmen politik Gubernur Bengkulu soal reformasi agraria, menurut Def, percepatan yang dilakukan masih jauh dari visi misi dalam mewujudkan Bengkulu yang maju, sejahtera, bermartabat dan berdaya saing tinggi.

Bahkan penyelesaian konflik agraria cenderung lamban, hal ini berpotensi buruk terhadap perampasan hak hidup masyarakat adat,seperti masyarakat Desa Linau Kabupaten Kaur.

Masyarakat adat di sana yang berprofesi sebagai nelayan, terancam terpinggirkan karena pembangunan pelabuhan yang menutup akses perahu nelayan.

"Hal ini mencermikan kegagalan pemerintah dalam meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber daya laut," ucapnya.

AMAN Bengkulu mencatat baru dua kebijakan daerah setingkat kabupaten yang mengakui dan melindungi masyarakat adat, yakni di Kabupaten Lebong dan Kabupaten Rejang Lebong.

Sementara itu kabupaten lainnya, menurut dia, seperti Kabupaten Kaur, Seluma, dan Kepahiang, baru memiliki kebijakan daerah yang hanya formalitas belaka dalam memandang keberadaan masyarakat adat.

"Meskipun daerah sudah mengakui, ternyata rumitnya proses pengembalian hak-hak masyarakat adat di tingkat nasional tetap menjadi hambatan bagi masyarakat adat Bengkulu dalam mempercepat pengembalian hak-hak mereka," ujarnya.

Pewarta: Boyke ledy watra

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2018