Bengkulu (AntaranewsBengkulu) - Yayasan Women Crisis Center (WCC) Cahaya Perempuan menyebutkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Bengkulu semakin menghawatirkan di mana sepanjang awal 2019 sudah terjadi dua kasus yang berujung pada pembunuhan sadis terhadap istri.
"Persoalan ini bukanlah persoalan baru menyangkut kekerasan terhadap perempuan di Bengkulu," kata Direktur Yayasan WCC Cahaya Perempuan, Artety Sumeri di Bengkulu, Sabtu.
Ia mengatakan WCC Cahaya Perempuan mencatat di akhir tahun 2018 terjadi 47 kasus usia pelaku (suami) berkisar 35-39 tahun dan usia korban (istri) 30-34 tahun.
Tren data di atas menunjukan bahwa kasus KDRT lebih banyak terjadi pada pasangan suami-istri muda.
Baca juga: Warga Tanjung Jaya tewas diduga dibunuh suami sendiri
"Mirisnya persoalan KDRT di masyarakat masih dianggap persoalan pribadi atau belum ditempatkan sebagai persoalan tindak kekerasan yang membutukan dukungan lingkungan dan sosial masyarakat untuk melakukan pencegahan dan penanganannya," kata dia.
Sementara dari aspek penegakan hukum, kasus dan putusan atas KDRT selama ini masih belum berpihak pada istri atau perempuan korban. Selama dua tahun terakhir putusan paling tinggi yang dijatuhkan pengadilan atas tindak kekerasan fisik dan seksual rata-rata empat bulan kurungan penjara.
Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT-istri) adalah tindakan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun anak yang berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan sesuai yang termaktub dalam pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Kasus pembunuhan terhadap mantan istri di Simpang Suban Kabupaten Rejang Lebong dan terhadap istri Tanjung Jaya Kota Bengkulu merupakan kekerasan dalam rumah tangga yang termasuk kejahatan luar biasa.
Baca juga: Kronologi pembunuhan sadis suami terhadap istri di Tanjung Jaya
Teti menilai secara sosial dan hukum formal pelaku KDRT harus dijerat dengan pasal berlapis sehingga pelaku mendapat pembelajaran atau ganjaran yang setimpal.
Atas persoalan KDRT yang berujung pembunuhan sadis di Bengkulu Cahaya Perempuan WCC menyatakan sikap terhadap pemerintah daerah, aparat penegak hukum dan masyarakat Bengkulu, untuk memastikan pelaku menjalani pemeriksaan psikologis di Rumah Sakit Jiwa sehingga tidak berkelit pada alasan kesurupan atau khilaf.
Kedua, pemerintah daerah, aparat penegak hukum dan masyarakat harus mengutuk dan menempatkan kasus ini sebagai perbuatan kejahatan luar biasa.
Selain itu, WCC juga meminta pada aparat penegak hukum untuk menggunakan undang-undang yang berlapis sehingga pelaku dihukum seberat-beratnya.
Mengecam tindakan masyarakat yang mengambil foto dan mempublikasinya foto korban ke media sosial dan meminta media dan masyarakat ikut mengawasai proses pelaksanaan penegakan hukum dua kasus KDRT yang berujung pembunuhan.
Baca juga: Keluarga minta pelaku pembunuh istri sendiri dihukum mati
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Persoalan ini bukanlah persoalan baru menyangkut kekerasan terhadap perempuan di Bengkulu," kata Direktur Yayasan WCC Cahaya Perempuan, Artety Sumeri di Bengkulu, Sabtu.
Ia mengatakan WCC Cahaya Perempuan mencatat di akhir tahun 2018 terjadi 47 kasus usia pelaku (suami) berkisar 35-39 tahun dan usia korban (istri) 30-34 tahun.
Tren data di atas menunjukan bahwa kasus KDRT lebih banyak terjadi pada pasangan suami-istri muda.
Baca juga: Warga Tanjung Jaya tewas diduga dibunuh suami sendiri
"Mirisnya persoalan KDRT di masyarakat masih dianggap persoalan pribadi atau belum ditempatkan sebagai persoalan tindak kekerasan yang membutukan dukungan lingkungan dan sosial masyarakat untuk melakukan pencegahan dan penanganannya," kata dia.
Sementara dari aspek penegakan hukum, kasus dan putusan atas KDRT selama ini masih belum berpihak pada istri atau perempuan korban. Selama dua tahun terakhir putusan paling tinggi yang dijatuhkan pengadilan atas tindak kekerasan fisik dan seksual rata-rata empat bulan kurungan penjara.
Kekerasan dalam rumah tangga (disingkat KDRT-istri) adalah tindakan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun anak yang berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan sesuai yang termaktub dalam pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Kasus pembunuhan terhadap mantan istri di Simpang Suban Kabupaten Rejang Lebong dan terhadap istri Tanjung Jaya Kota Bengkulu merupakan kekerasan dalam rumah tangga yang termasuk kejahatan luar biasa.
Baca juga: Kronologi pembunuhan sadis suami terhadap istri di Tanjung Jaya
Teti menilai secara sosial dan hukum formal pelaku KDRT harus dijerat dengan pasal berlapis sehingga pelaku mendapat pembelajaran atau ganjaran yang setimpal.
Atas persoalan KDRT yang berujung pembunuhan sadis di Bengkulu Cahaya Perempuan WCC menyatakan sikap terhadap pemerintah daerah, aparat penegak hukum dan masyarakat Bengkulu, untuk memastikan pelaku menjalani pemeriksaan psikologis di Rumah Sakit Jiwa sehingga tidak berkelit pada alasan kesurupan atau khilaf.
Kedua, pemerintah daerah, aparat penegak hukum dan masyarakat harus mengutuk dan menempatkan kasus ini sebagai perbuatan kejahatan luar biasa.
Selain itu, WCC juga meminta pada aparat penegak hukum untuk menggunakan undang-undang yang berlapis sehingga pelaku dihukum seberat-beratnya.
Mengecam tindakan masyarakat yang mengambil foto dan mempublikasinya foto korban ke media sosial dan meminta media dan masyarakat ikut mengawasai proses pelaksanaan penegakan hukum dua kasus KDRT yang berujung pembunuhan.
Baca juga: Keluarga minta pelaku pembunuh istri sendiri dihukum mati
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019