Tanaman jeruk siam di atas hamparan lahan yang luas di kawasan wisata Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali, itu tumbuh subur dengan buah yang lebat.
Kebun jeruk siam yang tertata rapi serasi dengan tanaman sayur mayur yang dikembangkan secara tumpang sari di kawasan itu tumbuh subur berkat sentuhan pupuk cair berbasis Effektive Microorganisme 4 (EM4) yang ramah lingkungan.
Perpaduan antara lahan pertanian berupa lembah, bukit dan Gunung Batur juga mendorong daerah itu menjadi objek wisata yang mampu menarik kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri.
Pertanian tumpang sari di kawasan Kintamani yang produk pupuknya dirintis PT Karya Pak Oles Group sejak tahun 1990 atau hampir 30 tahun silam itu didukung dengan udara pegunungan yang sejuk serta panorama pemandangan yang indah.
"Permintaan pupuk tanpa menggunakan zat kimia itu melonjak luar biasa. Bali memproduksi pupuk ramah lingkungan berbasis EM itu sejak tahun 1990 dan hingga kini dikenal secara luas kalangan petani di Pulau Dewata dan berbagai daerah lain di Nusantara," kata Dr Ir Gede Ngurah Wididana Mgr, pendiri PT Karya Pak Oles Group yang dikenal dengan panggilan Pak Oles.
Pria kelahiran Desa Bengkel, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, 9 Agustus 1961 atau 58 tahun itu adalah sosok pengusaha sukses yang bergerak dalam bisnis yang berbasis obat-obatan tradisional dan herbal.
Ayah dua orang putra dan dua putri, alumnus Fakultas Pertanian Universitas Udayana dan Faculty Agriculture University Of The Ryukyus Jepang itu memang dikenal sebagai seorang ahli pertanian organik, sehingga pupuk berbasis EM yang diproduksinya kini diminati petani.
Penerapan teknologi EM untuk pengembangan pertanian organik yang diproduksi secara khusus di Bali, satu-satunya di Indonesia, merupakan yang terbesar dan terbaik dari lebih 100 negara di belahan dunia yang menerapkan teknologi budi daya pertanian dalam meningkatkan kesehatan dan kesuburan tanah.
"Tahun 2018, pabrik yang berlokasi di Desa Bengkel, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, atau daerah pesisir utara Pulau Bali itu memproduksi 700 ton. Semua produksi itu diserap pasar ke berbagai daerah di Indonesia," kata Yoshitaka Fukugauci, staf ahli penemu EM Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang.
Ketika melakukan supervisi ke pabrik EM Bali, selama dua hari, 16-17 Mei 2019, Yoshitaka Fukugauci yang bertugas di Johor Malaysia itu membawahi pengembangan dan produksi EM di lima negara yang meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Australia dan Selandia Baru. Tiga kali setahun, ia mengunjungi Pabrik EM di Bali.
Didampingi Direktur Utama PT Karya Pak Oles Tokcer yang juga perintis EM di Indonesia, Dr. Ir.Gede Ngurah Wididana, M.Agr, Yoshitaka Fukugauci memuji prestasi dan semangat kebersamaan dalam mengelola pabrik EM hingga meraih yang terbaik. Terbaik dari segi mutu dan pemasaran produksi di antara lebih dari 100 negara yang menerapkan teknologi EM.
"Prestasi gemilang itu berkat kemampuan mempertahankan mutu produksi EM, manfaatkan peluang pasar yang sangat luas yakni 34 provinsi, meski belum seluruh daerah di Indonesia manfaatkan produksi ramah lingkungan," katanya, di hadapan ratusan karyawan pabrik EM di Desa Bengkel.
Melalui kunjungan yang dilakukan secara berkesinambungan minimal tiga kali dalam setahun itu, Yoshitaka Fukugauci mengaku pihaknya akan dapat mengontrol mutu sebagai modal dalam memenangkan persaingan merebut pasar.
Ia mengharapkan pengelola dan karyawan Pabrik EM di Bali menjalin kerja sama untuk kelangsungan produksi EM jangka panjang, terutama dalam bidang distribusi pemasaran. Indonesia dan Malaysia umumnya sama dalam mengembangkan teknologi EM untuk sektor pertanian, perikanan dan peternakan.
Atasi Radiasi
Yoshitaka Fukugauci menjelaskan penerapkan EM4 di Jepang selama ini mampu mengatasi masalah radiasi pascaterjadinya gempa dan tsunami beberapa tahun silam, sehingga pencemaran dapat ditanggulangi.
Hingga saat itu, 100 negara di belahan dunia, termasuk Indonesia telah menerapkan teknologi EM dengan menggunakan mikro organisme yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman, perikanan dan peternakan.
Gede Ngurah Wididana merintis pengembangan EM4 di Bali, satu-satunya di Indonesia sejak tahun 1990 atau 29 tahun silam dengan belajar langsung dari penemunya Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang.
Suami dari Komang Dyah Setuti itu menampung ratusan tenaga kerja di daerah perdesaan dengan lingkungan yang asri itu memproduksi EM4 untuk mendukung pengembangan sektor pertanian yang ramah lingkungan menyangkut bidang peternakan, perikanan, perkebunan, tanaman pangan serta pengolahan limbah dan peturasan (WC).
EM4 merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan dari alam Indonesia yang bermanfaat bagi kesuburan tanah, pertumbuhan dan produksi tanaman serta ramah lingkungan.
EM4 mengandung mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang terdiri atas bakteri lakrat, bakteri fotosintetik, ragi dan jamur mengurai selulose untuk memfermentasi bahan organik tanah menjadi senyawa organik yang mudah diserap oleh akar pohon.
Oleh karena itulah, PT Karya Pak Oles Tokcer sebagai perusahaan swasta nasional yang memilliki cabang di berbagai provinsi di Indonesia itu akhirnya mengembangkan unit usaha baru yakni Pro EM one sejenis penerapan Effective Microorganisme (EM4) khusus untuk minuman yang mampu menambah kesegaran dan kesehatan tubuh manusia.
Unit usaha baru itu akan dibangun di Malang, Jawa Timur, bekerja sama dengan sebuah perusahaan yang telah menyiapkan sarana dan prasarana pendukung yang diperlukan. Pabrik Pro EM one khusus untuk minuman segar dan sehat diharapkan sudah bisa beroperasi dua bulan mendatang. "Untuk itu, kami melakukan penelitian dan pengkajian menyangkut kesehatan perut guna mencegah penyakit yang bisa menyerang tubuh," katanya.
Upaya tersebut didukung dengan adanya perkebunan tanaman obat seluas tujuh hektare di Desa Bengkel, Kabupaten Buleleng, yang mengoleksi sebanyak 300 jenis tanaman obat. Hamparan lahan yang sangat luas didukung sistem pengairan yang memadai itu juga ditata sedemikian rupa untuk dikembangkan sebagai agro wisata.
Konsep perkebunan dengan tanaman obat di Desa Bengkel, Kabupaten Buleleng, pesisir utara Pulau Bali itu berada dalam satu kawasan dengan pabrik EM satu-satunya di Nusantara yang setiap tahunnya memproduksi 700 ton untuk mendukung pengembangan sektor pertanian ramah lingkungan.
*) IK Sutika adalah penulis lepas yang tinggal di Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
Kebun jeruk siam yang tertata rapi serasi dengan tanaman sayur mayur yang dikembangkan secara tumpang sari di kawasan itu tumbuh subur berkat sentuhan pupuk cair berbasis Effektive Microorganisme 4 (EM4) yang ramah lingkungan.
Perpaduan antara lahan pertanian berupa lembah, bukit dan Gunung Batur juga mendorong daerah itu menjadi objek wisata yang mampu menarik kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri.
Pertanian tumpang sari di kawasan Kintamani yang produk pupuknya dirintis PT Karya Pak Oles Group sejak tahun 1990 atau hampir 30 tahun silam itu didukung dengan udara pegunungan yang sejuk serta panorama pemandangan yang indah.
"Permintaan pupuk tanpa menggunakan zat kimia itu melonjak luar biasa. Bali memproduksi pupuk ramah lingkungan berbasis EM itu sejak tahun 1990 dan hingga kini dikenal secara luas kalangan petani di Pulau Dewata dan berbagai daerah lain di Nusantara," kata Dr Ir Gede Ngurah Wididana Mgr, pendiri PT Karya Pak Oles Group yang dikenal dengan panggilan Pak Oles.
Pria kelahiran Desa Bengkel, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, 9 Agustus 1961 atau 58 tahun itu adalah sosok pengusaha sukses yang bergerak dalam bisnis yang berbasis obat-obatan tradisional dan herbal.
Ayah dua orang putra dan dua putri, alumnus Fakultas Pertanian Universitas Udayana dan Faculty Agriculture University Of The Ryukyus Jepang itu memang dikenal sebagai seorang ahli pertanian organik, sehingga pupuk berbasis EM yang diproduksinya kini diminati petani.
Penerapan teknologi EM untuk pengembangan pertanian organik yang diproduksi secara khusus di Bali, satu-satunya di Indonesia, merupakan yang terbesar dan terbaik dari lebih 100 negara di belahan dunia yang menerapkan teknologi budi daya pertanian dalam meningkatkan kesehatan dan kesuburan tanah.
"Tahun 2018, pabrik yang berlokasi di Desa Bengkel, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, atau daerah pesisir utara Pulau Bali itu memproduksi 700 ton. Semua produksi itu diserap pasar ke berbagai daerah di Indonesia," kata Yoshitaka Fukugauci, staf ahli penemu EM Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang.
Ketika melakukan supervisi ke pabrik EM Bali, selama dua hari, 16-17 Mei 2019, Yoshitaka Fukugauci yang bertugas di Johor Malaysia itu membawahi pengembangan dan produksi EM di lima negara yang meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Australia dan Selandia Baru. Tiga kali setahun, ia mengunjungi Pabrik EM di Bali.
Didampingi Direktur Utama PT Karya Pak Oles Tokcer yang juga perintis EM di Indonesia, Dr. Ir.Gede Ngurah Wididana, M.Agr, Yoshitaka Fukugauci memuji prestasi dan semangat kebersamaan dalam mengelola pabrik EM hingga meraih yang terbaik. Terbaik dari segi mutu dan pemasaran produksi di antara lebih dari 100 negara yang menerapkan teknologi EM.
"Prestasi gemilang itu berkat kemampuan mempertahankan mutu produksi EM, manfaatkan peluang pasar yang sangat luas yakni 34 provinsi, meski belum seluruh daerah di Indonesia manfaatkan produksi ramah lingkungan," katanya, di hadapan ratusan karyawan pabrik EM di Desa Bengkel.
Melalui kunjungan yang dilakukan secara berkesinambungan minimal tiga kali dalam setahun itu, Yoshitaka Fukugauci mengaku pihaknya akan dapat mengontrol mutu sebagai modal dalam memenangkan persaingan merebut pasar.
Ia mengharapkan pengelola dan karyawan Pabrik EM di Bali menjalin kerja sama untuk kelangsungan produksi EM jangka panjang, terutama dalam bidang distribusi pemasaran. Indonesia dan Malaysia umumnya sama dalam mengembangkan teknologi EM untuk sektor pertanian, perikanan dan peternakan.
Atasi Radiasi
Yoshitaka Fukugauci menjelaskan penerapkan EM4 di Jepang selama ini mampu mengatasi masalah radiasi pascaterjadinya gempa dan tsunami beberapa tahun silam, sehingga pencemaran dapat ditanggulangi.
Hingga saat itu, 100 negara di belahan dunia, termasuk Indonesia telah menerapkan teknologi EM dengan menggunakan mikro organisme yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman, perikanan dan peternakan.
Gede Ngurah Wididana merintis pengembangan EM4 di Bali, satu-satunya di Indonesia sejak tahun 1990 atau 29 tahun silam dengan belajar langsung dari penemunya Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang.
Suami dari Komang Dyah Setuti itu menampung ratusan tenaga kerja di daerah perdesaan dengan lingkungan yang asri itu memproduksi EM4 untuk mendukung pengembangan sektor pertanian yang ramah lingkungan menyangkut bidang peternakan, perikanan, perkebunan, tanaman pangan serta pengolahan limbah dan peturasan (WC).
EM4 merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan dari alam Indonesia yang bermanfaat bagi kesuburan tanah, pertumbuhan dan produksi tanaman serta ramah lingkungan.
EM4 mengandung mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang terdiri atas bakteri lakrat, bakteri fotosintetik, ragi dan jamur mengurai selulose untuk memfermentasi bahan organik tanah menjadi senyawa organik yang mudah diserap oleh akar pohon.
Oleh karena itulah, PT Karya Pak Oles Tokcer sebagai perusahaan swasta nasional yang memilliki cabang di berbagai provinsi di Indonesia itu akhirnya mengembangkan unit usaha baru yakni Pro EM one sejenis penerapan Effective Microorganisme (EM4) khusus untuk minuman yang mampu menambah kesegaran dan kesehatan tubuh manusia.
Unit usaha baru itu akan dibangun di Malang, Jawa Timur, bekerja sama dengan sebuah perusahaan yang telah menyiapkan sarana dan prasarana pendukung yang diperlukan. Pabrik Pro EM one khusus untuk minuman segar dan sehat diharapkan sudah bisa beroperasi dua bulan mendatang. "Untuk itu, kami melakukan penelitian dan pengkajian menyangkut kesehatan perut guna mencegah penyakit yang bisa menyerang tubuh," katanya.
Upaya tersebut didukung dengan adanya perkebunan tanaman obat seluas tujuh hektare di Desa Bengkel, Kabupaten Buleleng, yang mengoleksi sebanyak 300 jenis tanaman obat. Hamparan lahan yang sangat luas didukung sistem pengairan yang memadai itu juga ditata sedemikian rupa untuk dikembangkan sebagai agro wisata.
Konsep perkebunan dengan tanaman obat di Desa Bengkel, Kabupaten Buleleng, pesisir utara Pulau Bali itu berada dalam satu kawasan dengan pabrik EM satu-satunya di Nusantara yang setiap tahunnya memproduksi 700 ton untuk mendukung pengembangan sektor pertanian ramah lingkungan.
*) IK Sutika adalah penulis lepas yang tinggal di Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019