Seratusan nelayan Pulau Sembilang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara bersama puluhan aktivis lingkungan berunjukrasa di atas perahu di dekat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pangkalan Susu, sebagai penolakan atas pembangkit listrik berbahan bakar batu bara tersebut karena merusak lingkungan yang berdampak pada kesehatan warga dan membuat pendapatan nelayan merosot.

“Kami menyerukan pada pemerintah agar berani menghentikan proyek energi kotor batu bara yang menyengsarakan rakyat,” kata Direktur Yayasan Srikandi Lestari, Mimi Surbakti sebagaimana rilis yang diterima Antarabengkulu.com, Sabtu.

Baca juga: Warga sebut pembangunan PLTU melanggar sila ke-2 Pancasila

Menurut dia, Pulau Sumatera saat ini berada di ambang kehancuran ekologis sebagai muara dari rakusnya penggunaan energi kotor batu bara. 

Mimi menilai kebijakan menyandarkan sumber energi dari batu bara adalah  jalan yang salah dan dipastikan akan memberikan dampak buruk bagi keselamatan lingkungan dan mahluk hidup di dalamnya. 

Di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera utara, lanjut dia, PLTU batu bara Pangkalan Susu, berkapasitas 2 x 200 MW mengakibatkan meluasnya penggundulan hutan mangrove, meningkatkan erosi tanah, kehilangan sumber air, polusi udara dan menghasilkan jutaan ton limbah air bahang. 
 
Seratusan nelayan Pulau Sembilang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara bersama puluhan aktivis lingkungan berunjukrasa di atas perahu di dekat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pangkalan Susu. (Foto Antarabengkulu.com)

Karena itu, aksi dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, warga bersama aktivis seluruh dunia mengingatkan pemerintah untuk segera menghentikan proyek-proyek energi kotor sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang lingkungan hidup, terutama menjaga kualitas udara yang dihirup sehari-hari.

Terkait kualitas udara di sekitar Pulau Sembilang menurut Mimi dalam dua tahun terakhir sudah dikeluhkan warga.

“Masyarakat mengeluh karena tingkat kasus ISPA meningkat tajam dan penyakit ini terus berulang mereka idap,” ucapnya.

Kampanye yang melibatkan 24 perahu nelayan dan juga didukung masyarakat nelayan Pesisir Pantai Timur Langkat itu diisi dengan orasi, membaca puisi hingga membentangkan spaduk berukuran 9 x 7,5 meter bertuliskan penolakan terhadap PLTU batu bara Pangkalan Susu.

Baca juga: Ini tahapan proses gugatan warga atas PLTU Teluk Sepang

Dalam pesannya, mereka mendesak pemerintah untuk menghentikan penggunaan energi fosil yang berdampak buruk bagi mahluk hidup dan beralih ke energi terbarukan yang ramah lingkungan dengan cara menetapkan dan melaksanakan transáis energi yang berkeadilan dan melepaskan ketergantungan sistem energi dan ketenagalistrikannya terhadap energi kotor batu bara. 

Pengunjukrasa juga mendesak pemerintah untuk segera melakukan pemulihan ekonomi bagi masyarakat terdampak PLTU batu bara Pangkalan Susu khususnya kepada nelayan dan petani. Mereka juga mendesak pemerintah melalui dinas terkait untuk memberikan perlindungan kesehatan dan keselamatan kepada warga masyarakat di sekitar ring 1 PLTU Pangkalan Susu. 

Lebih lanjut menurut Mimi, ambisi pemerintah untuk membangun 35.000 Megawatt (MW) pembangkit listrik di mana 60 persen bersumber dari PLTU batu bara  juga sangat rentan terhadap korupsi dan suap, seperti yang saat ini terjadi pada kasus PLTU-1 Riau.

Baca juga: Kanopi luncurkan petisi cabut izin PLTU Teluk Sepang
Baca juga: Warga Teluk Sepang gugat izin lingkungan PLTU batu bara

Pewarta: Helti Marini S

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019