Puluhan mahasiswa dari Universitas Bengkulu dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bengkulu menggelar unjuk rasa damai di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bengkulu sebagai bentuk pengawalan atas sidang gugatan warga atas izin lingkungan PLTU batu bara Teluk Sepang.

"Kami mahasiswa akan terus mengawal kasus ini karena kami juga sejak awal menolak PLTU Teluk Sepang," kata Ketua HIMA Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Bengkulu, Refky Syahputra saat berorasi di depan PTUN Bengkulu, Rabu.

Sidang dengan agenda replik tersebut setelah Majelis Hakim memenangkan warga dalam putusan sela atas eksepsi tergugat II dalam hal ini Lembaga OSS yang meminta sidang dipindahkan ke Jakarta.

Eksepsi tersebut ditolak oleh Majelis Hakim sehingga sidang lanjutan tetap digelar di PTUN Bengkulu.

Koordinator Tim Advokasi Langit Biru (T(a)LB) Saman Lating menyatakan bahwa tergugat dalam hal ini gubernur Bengkulu gagal  memahami substansi dari gugatan atas izin lingkungan PT TLB selaku pemilik dan pelaksana PLTU batu bara di Teluk Sepang. 
 
Sejumlah mahasiswa unjuk rasa gugatan warga atas izin lingkungan PLTU batu bara Teluk Sepang. (Foto Antarabengkulu.com)

“Warga penggugat tidak pernah meminta ganti rugi akan tetapi meminta kepada gubernur Bengkulu dan Lembaga OSS untuk mencabut dan membatalkan izin lingkungan yang telah diberikan kepada PT TLB,” kata Lating.

Jalaludin, tokoh masyarakat Teluk Sepang yang menjadi penggugat mengatakan bahwa berdasarkan pengamatan terhadap PLTU batu bara Keban Agung yang telah beroperasi sejak tahun 2012 telah memberikan dampak lingkungan, kesehatan serta menurunkan tingkat produktivitas pertanian warga Muara Maung, di Kabupaten Lahat. 

Jalaludin yang telah mendatangi warga terdampak PLTU Keban Agung menceritakan nasib petani padi dengan luasan lahan 0,5 ha sebelum adanya PLTU mampu menghasilkan 24 karung gabah, namun sejak PLTU Keban Agung beroperasi jumlah produksi padi semakin turun, hanya 8 karung gabah. 

Karena itu, sidang dengan agenda replik yang digelar di PTUN Bengkulu dimanfaatkan sebagai momentum menyuarakan keresahan warga atas keberadaan PLTU Teluk Sepang yang saat ini dalam tahap konstruksi.

Koordinator lapangan, Rayendra dari Departemen Politik dan Kajian Strategis KBM-BEM Universitas Bengkulu mengatakan PLTU batu bara bukanlah solusi energi yang dibutuhkan warga Bengkulu dan Indonesia saat ini. 

"Banyak sumber listrik lain yang bisa diproduksi tanpa mengancam masa depan generasi bangsa," katanya.

Aksi para mahasiswa dan masyarakat diisi teatrikal dengan sebuah ondel-ondel setinggi tiga meter yang diibaratkan sebagai cerobong PLTU batu bara Teluk Sepang.

Aksi juga diisi dengan pembacaan puisi, pembentangan spanduk dan poster dengan sejumlah pernyataan seperti "PLTU batu bara mencemari tanah kami", "PLTU batu bara meracuni udara kami" dan lainnya.

Pewarta: Helti Marini S

Editor : Musriadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019