Seorang anak berusia 12 tahun di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur berinisial AP meninggal dunia pada Senin (2/8) setelah terkena gigitan anjing rabies pada 23 Juli 2019.
"Saya baru dapat informasi tersebut, dan menyayangkan hal ini karena yang bersangkutan meninggal akibat tak mendapatkan suntikan vaksin antirabies dan serum antirabies setelah terkena gigitan," kata pemerhati rabies dari Rumah Sakit TC Hillers Maumere, Kabupaten Sikka dr Asep Purnama kepada ANTARA di Kupang, Selasa.
Ia menceritakan AP setelah terkena gigitan keesokan harinya langsung dibawa ke puskesmas setempat dengan tujuan agar bisa mendapatakan suntikan vaksin antirabies.
Tatkala tiba di puskemas itu vaksin yang diharakan ada ternyata sudah habis. AP pun dirujuk ke Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur.
Namun AP malah dibawa ke rumahnya sehingga tidak ada perawatan sama sekali setelah gigitan anjing rabies tersebut.
"Seandainya pemda setempat peduli dan menyiapkan vaksin pasti hal tersebut tidak terjadi seperti yang dialami oleh AP," tambah dia.
Orang tua AP sendiri baru sadar perilaku anaknya sudah tidak seperti biasanya lagi seperti takut angin dan air, sehingga pada tanggal 30 dibawa ke RS di Ruteng.
"Korban sempat dirawat namun tak tertolong nyawanya karena virus rabies sudah menyerang ke otak anak itu," katanya.
Ia berharap kejadian seperti itu tidak terjadi lagi dan mengimbau pemerintah daerah memberikan kemudahan akses terhadap layanan VAR dan SAR (rabies center) yang juga menjadi faktor penentu dalam upaya pencegahan kematian akibat gigitan hewan penular rabies.
Saat ini "rabies center" masih minim, oleh karena itu perlu diperbanyak sehingga lebih mudah dijangkau korban gigitan hewan penular rabies (HPR) yang membutuhkannya, demikian Asep Purnama.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019
"Saya baru dapat informasi tersebut, dan menyayangkan hal ini karena yang bersangkutan meninggal akibat tak mendapatkan suntikan vaksin antirabies dan serum antirabies setelah terkena gigitan," kata pemerhati rabies dari Rumah Sakit TC Hillers Maumere, Kabupaten Sikka dr Asep Purnama kepada ANTARA di Kupang, Selasa.
Ia menceritakan AP setelah terkena gigitan keesokan harinya langsung dibawa ke puskesmas setempat dengan tujuan agar bisa mendapatakan suntikan vaksin antirabies.
Tatkala tiba di puskemas itu vaksin yang diharakan ada ternyata sudah habis. AP pun dirujuk ke Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur.
Namun AP malah dibawa ke rumahnya sehingga tidak ada perawatan sama sekali setelah gigitan anjing rabies tersebut.
"Seandainya pemda setempat peduli dan menyiapkan vaksin pasti hal tersebut tidak terjadi seperti yang dialami oleh AP," tambah dia.
Orang tua AP sendiri baru sadar perilaku anaknya sudah tidak seperti biasanya lagi seperti takut angin dan air, sehingga pada tanggal 30 dibawa ke RS di Ruteng.
"Korban sempat dirawat namun tak tertolong nyawanya karena virus rabies sudah menyerang ke otak anak itu," katanya.
Ia berharap kejadian seperti itu tidak terjadi lagi dan mengimbau pemerintah daerah memberikan kemudahan akses terhadap layanan VAR dan SAR (rabies center) yang juga menjadi faktor penentu dalam upaya pencegahan kematian akibat gigitan hewan penular rabies.
Saat ini "rabies center" masih minim, oleh karena itu perlu diperbanyak sehingga lebih mudah dijangkau korban gigitan hewan penular rabies (HPR) yang membutuhkannya, demikian Asep Purnama.
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2019