Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Para petani di lima desa dan satu dusun di Kecamatan Seluma Barat, Kabupaten Seluma, Bengkulu, menolak perpanjangan izin hak guna usaha PT Way Sebayur yang sudah dilelang pemerintah kepada PT Sandabi Indah Lestari.
"Kami menolak rencana pemerintah Kabupaten Seluma yang akan memperpanjang HGU PT Way Sebayur yang sudah dijual kepada PT SIL karena akan menggeser ribuan petani," kata Anggota Forum Petani Bersatu Kabupaten Seluma dari Desa Pagar Agung, Hosian Pakpahan, di Bengkulu, Selasa.
Hosian dan empat perwakilan petani lainnya dari lima desa yang menolak perpanjangan HGU tersebut menggelar jumpa pers di Kantor Walhi Bengkulu.
Perpanjangan HGU tersebut menurut para petani akan memperkeruh situasi konflik yang saat ini belum tuntas di lapangan.
Masyarakat lima desa yakni Lunjuk, Tumbuan, Pagar Agung, Sengkuang dan Talang Prapat serta Dusun Minggir Sari sebanyak 529 kepala keluarga akan mempertahankan lahan mereka yang masuk dalam HGU PT Way Sebayur.
Luas HGU Way Sebayur yang tercantum dalam dokumen mencapai 2.816 hektare, namun kenyataannya pada 2003 saat verifikasi dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Seluma, luas lahan yang digarap hanya 516 hektare.
Ganti rugi yang belum tuntas bagi sebagian pemilik lahan dan akibat kelalaian perusahaan itu menelantarkan lahan, maka sejak 1995 warga mulai menggarap dan menanam karet dan sawit yang saat berproduksi.
"Sebanyak 529 kepala keluarga dengan jumlah jiwa mencapai ribuan sudah menduduki lahan seluas 1.400 hektare," katanya.
Masyarakat, kata dia, akan tetap mempertahankan lahan garapan mereka dan menolak PT SIL mengambil lahan produktif tersebut.
Untuk menolak perpanjangan HGU tersebut, seluruh petani akan menyampaian nota protes atas rencana Pemkab Seluma merekomendasikan perpanjangan HGU tersebut.
Sebelumnya Asisten II Sekretaris Daerah Kabupaten Seluma Abdul Wahib dalam pemberitaan di media cetak dan elekronik lokal menyatakan telah memberikan rekomendasi guna perpanjangan HGU PT Way Sebayur seluas 2.816 hektare yang sudah dilelang kepada PT SIL.
Menurut Sukman, warga Desa Talang Prapat, pernyataan pejabat tersebut sudah membuat warga resah sebab dalam pemberitaan itu juga memuat tentang adanya persetujuan dari masyarakat tentang perpanjangan HGU itu.
"Kami sama sekali tidak tahu dengan rencana perpanjangan HGU, baru tahu setelah melihat di media massa," katanya.
Sementara itu, Direktur Esekutif Walhi Bengkulu Adi Syaputra mengatakan pemerintah Kabupaten Seluma seharusnya lebih cermat menuntaskan persoalan sengketa agraria di daerah itu.
"Pernyataan pejabat Pemkab Seluma di sejumlah media yang menyebut akan merekomendasikan perpanjangan HGU PT Way Sebayur yang sudah dibeli PT SIL akan memperuncing masalah," katanya.
Masyarakat kata dia sudah sepakat tetap mempertahankan lahan garapan mereka dan meminta pemerintah memberikan perlindungan.
Dari kajian Walhi kata dia, Pemkab Seluma cenderung berpihak pada perusahaan dibanding kepada warganya sendiri.
"Bukan berarti warga anti-investasi tapi jangan sampai investasi menggusur masyarakat, yang menggantungkan hidup pada lahan satu hingga dua hektare," katanya. (ANTARA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012
"Kami menolak rencana pemerintah Kabupaten Seluma yang akan memperpanjang HGU PT Way Sebayur yang sudah dijual kepada PT SIL karena akan menggeser ribuan petani," kata Anggota Forum Petani Bersatu Kabupaten Seluma dari Desa Pagar Agung, Hosian Pakpahan, di Bengkulu, Selasa.
Hosian dan empat perwakilan petani lainnya dari lima desa yang menolak perpanjangan HGU tersebut menggelar jumpa pers di Kantor Walhi Bengkulu.
Perpanjangan HGU tersebut menurut para petani akan memperkeruh situasi konflik yang saat ini belum tuntas di lapangan.
Masyarakat lima desa yakni Lunjuk, Tumbuan, Pagar Agung, Sengkuang dan Talang Prapat serta Dusun Minggir Sari sebanyak 529 kepala keluarga akan mempertahankan lahan mereka yang masuk dalam HGU PT Way Sebayur.
Luas HGU Way Sebayur yang tercantum dalam dokumen mencapai 2.816 hektare, namun kenyataannya pada 2003 saat verifikasi dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Seluma, luas lahan yang digarap hanya 516 hektare.
Ganti rugi yang belum tuntas bagi sebagian pemilik lahan dan akibat kelalaian perusahaan itu menelantarkan lahan, maka sejak 1995 warga mulai menggarap dan menanam karet dan sawit yang saat berproduksi.
"Sebanyak 529 kepala keluarga dengan jumlah jiwa mencapai ribuan sudah menduduki lahan seluas 1.400 hektare," katanya.
Masyarakat, kata dia, akan tetap mempertahankan lahan garapan mereka dan menolak PT SIL mengambil lahan produktif tersebut.
Untuk menolak perpanjangan HGU tersebut, seluruh petani akan menyampaian nota protes atas rencana Pemkab Seluma merekomendasikan perpanjangan HGU tersebut.
Sebelumnya Asisten II Sekretaris Daerah Kabupaten Seluma Abdul Wahib dalam pemberitaan di media cetak dan elekronik lokal menyatakan telah memberikan rekomendasi guna perpanjangan HGU PT Way Sebayur seluas 2.816 hektare yang sudah dilelang kepada PT SIL.
Menurut Sukman, warga Desa Talang Prapat, pernyataan pejabat tersebut sudah membuat warga resah sebab dalam pemberitaan itu juga memuat tentang adanya persetujuan dari masyarakat tentang perpanjangan HGU itu.
"Kami sama sekali tidak tahu dengan rencana perpanjangan HGU, baru tahu setelah melihat di media massa," katanya.
Sementara itu, Direktur Esekutif Walhi Bengkulu Adi Syaputra mengatakan pemerintah Kabupaten Seluma seharusnya lebih cermat menuntaskan persoalan sengketa agraria di daerah itu.
"Pernyataan pejabat Pemkab Seluma di sejumlah media yang menyebut akan merekomendasikan perpanjangan HGU PT Way Sebayur yang sudah dibeli PT SIL akan memperuncing masalah," katanya.
Masyarakat kata dia sudah sepakat tetap mempertahankan lahan garapan mereka dan meminta pemerintah memberikan perlindungan.
Dari kajian Walhi kata dia, Pemkab Seluma cenderung berpihak pada perusahaan dibanding kepada warganya sendiri.
"Bukan berarti warga anti-investasi tapi jangan sampai investasi menggusur masyarakat, yang menggantungkan hidup pada lahan satu hingga dua hektare," katanya. (ANTARA)
COPYRIGHT © ANTARA News Bengkulu 2012