"Ajaran al zaytun belum masuk ke dalam kategori terorisme sehingga tidak dapat diproses dengan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Terorisme," kata Direktur Deradikalisasi BNPT Brigjen Pol. R. Achmad Nurwakhid dalam diskusi mengenai polemik Ma'had Al Zaytun yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin malam.
Achmad mengatakan ajaran yang terdapat di Ma'had Al Zaytun hanya bisa dikategorikan sebagai paham radikalisme.
Dalam penanganannya, sambungnya, kasus di Ma'had Al Zaytun dapat ditangani oleh kepolisian umum dengan menerapkan UU selain UU terorisme seperti UU No. 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan UU No. 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana dalam membuat kegaduhan.
"Kasus ini belum masuk ranahnya Densus 88 dan BNPT, namun bukan berarti kami lepas tangan," ujarnya.
Dia menyebutkan pihaknya tetap membantu dalam monitoring serta konsultasi terhadap pemangku kepentingan terkait termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menurutnya, ajaran yang terdapat di Ma'had Al Zaytun, prosesnya mirip dengan ajaran yang ada pada aliran Al Qiyadah Al Islamiyah atau Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) pimpinan Ahmad Mushaddeq, yang sempat populer pada 2016 silam.
Hanya saja, sambungnya, Panji Gumilang (Pimpinan Ma'had Al Zaytun) tidak sampai membaiat dirinya sebagai seorang nabi.
"Panji lebih pandai bersiasat, dengan berpura-pura mencintai NKRI," tuturnya.
Dia menyebutkan kasus radikalisme yang menyangkut Ma'had Al Zaytun, nantinya akan diselesaikan dengan tindakan baik, dan bersifat edukatif seperti pembinaan bagi para pengurus dan santrinya.
Selain itu, para santri akan dimitigasi seandainya terdapat proses pencabutan administrasi izin pendidikan Ma'had Al Zaytun, bekerja sama dengan berbagai pihak terkait.