Dari hasil pemeriksaan, ditemukan dua tulang rusuk Lina patah akibat pukulan balok kayu. Bahkan patahan tulang rusuk tersebut melukai paru-parunya sehingga mengganggu pernafasannya.
Saat ini Lina dalam perlindungan KBRI Kuala Lumpur untuk proses penyembuhan luka-lukanya dan proses hukum.
Menurut keterangan kepolisian Kuala Selangor yang menangani kasus itu, dua tersangka telah ditahan dan satu orang masih buron.
Ia mengatakan para tersangka akan dituntut dengan pasal penyiksaan fisik berat dan eksploitasi seksual.
Hermono yang telah menghubungi langsung petugas penyidik kasus itu mengatakan pada intinya menegaskan bahwa kasus Lina mendapat perhatian serius Pemerintah Indonesia dan meminta para pelaku diberikan hukuman maksimal sesuai UU Pidana Malaysia untuk memberikan efek jera kepada majikan yang melakukan eksploitasi dan kekerasan kepada ART Indonesia.
Hermono menambahkan bahwa KBRI Kuala Lumpur pun akan segera melayangkan nota resmi kepada otoritas terkait Malaysia meminta hal yang sama.
Pelanggaran hak berlanjut
Baca juga: KBRI pulangkan lima WNI terdampak konflik Sudan
Meskipun Indonesia dan Malaysia telah menandatangani Nota Kesepahaman Pelindungan Pekerja Domestik pada 1 April 2022, namun pelanggaran terhadap hak-hak Pekerja Migran Indonesia masih terus terjadi.
Hermono mengatakan kasus terbanyak adalah gaji tidak dibayar, larangan berkomunikasi, penahanan paspor, termasuk kekerasan fisik sebagaimana dialami Lina.
Menurut Hermono, dari Januari-Juli 2023, KBRI Kuala Lumpur telah berhasil memperjuangkan 97 kasus gaji tidak dibayar dengan nilai RM1,01 juta atau setara Rp3,44 miliar dan merepatriasi 226 PMI dari shelter KBRI Kuala Lumpur.
"Hampir semua PMI yang bermasalah dengan majikan adalah mereka yang bekerja di sektor rumah tangga dan tidak memiliki visa kerja," kata Hermono.
Namun, menurut dia, tidak semua hak keuangan PMI dapat diperjuangkan, ujar dia. Tidak sedikit majikan sengaja menolak untuk membayar gaji.
“Melaporkan kasus gaji tidak dibayar kepada Dinas Ketenagakerjaan pun tidak selalu berhasil apabila majikan tidak mau membayar dan pada akhirnya majikan bebas dan PMI pulang tanpa membawa uang sama sekali,” ujar Hermono.
Hermono meminta, dengan kondisi tingginya resiko mengirimkan PMI ART di Malaysia kiranya mendapatkan perhatian dari Kementerian atau Lembaga terkait, terlebih lagi apabila berangkat secara non-prosedural.
Update Berita Antara Bengkulu Lainnya di Google News