Ambon (ANTARA) - Dewan Pers meminta wartawan untuk tidak lagi (stop) menjadikan media sosial sebagai sumber berita, apalagi memasuki tahun politik, karena saat ini medsos umumnya digunakan oleh pendengung sebagai sarana propaganda dan kampanye.
"Sekarang ada isu yang dilempar buzzer soal penamparan Wakil Menteri, sesuai dengan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik harus benar-benar diverifikasi dulu kebenarannya sebelum dijadikan berita," kata Ketua Komisi Kemitraan dan Infrastruktur Organisasi Dewan Pers Asep Setiawan di Ambon, Rabu.
Ia menyampaikan hal itu pada Workshop Peliputan Pemilu 2024 diikuti organisasi pers dan pimpinan media di Maluku.
Baca juga: Dewan Pers dan Forum Pemred berkonsolidasi percepat "Publisher Rights"
Menurut dia, pada era keterbukaan saat ini, masyarakat memiliki hak untuk memiliki dan mengakses media sosial, namun di belakangnya ada penumpang gelap berupa pendengung bayaran yang melempar berbagai isu.
"Ini menjadi tantangan bagi dunia pers dan wartawan untuk berhati-hati dalam menelaah dan menerima informasi," kata dia.
Oleh sebab itu, ia mengingatkan saat menerima informasi dianalisis dulu, apakah benar atau tidak.
"Apakah masuk akal ada seorang menteri menampar wakil menteri di rapat kabinet? Kan tidak, karena itu jangan langsung dibuat beritanya," kata dia.
Baca juga: Polda Bengkulu-Dewan Pers perkuat sinergitas wujudkan pemilu damai
Ia juga mengungkapkan Dewan Pers menerima pengaduan dari salah satu partai besar di Indonesia terkait pemberitaan satu media yang berjudul ketua umum partai tersebut pamer kekuasaan.
"Padahal dalam peristiwa yang diberitakan tidak ada pamer kekuasaan," katanya.
Karena itu, ia kembali mengingatkan media massa berhati-hati dalam menulis berita mulai dari judul hingga teras.
Dewan Pers: stop jadikan medsos sebagai sumber berita di tahun politik
Rabu, 20 September 2023 14:33 WIB 967